Guru Besar Universitas Airlangga, Prof Henri Subiakto. Ft: radartegal
Editor: Indra SN/Ghazali R/M/DQ
Transportasi berbasis aplikasi harus mendapat perlakuan yang sama, seperti halnya transportasi konvensional, yaitu memiliki kewajiban membayar pajak dan audit.
Jakarta, Banuaterkini.com - Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Profesor Henri Subiakto menegaskan perusahaan transportasi online harus mengikuti aturan yang ada di Indonesia, khususnya terkait pengenaan pajak pada aplikator penyedia transportasi online seperti Grab dan Gojek.
Permasalahan itu masuk dalam pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ) di Komisi V DPR RI. Sejauh ini, yang menanggung pajak kendaraan dari mitra transportasi online baik ojek maupun taksi adalah pengemudi. Sementara beban itu belum ada di aplikator penyedia layanan.
"Pajak harus ada (bayar), semua transaksi online itu harus membayar pajak. Pada PP Perpajakan itu ada, tinggal itu dimasukkan. Bagaimanapun Negara tidak boleh dirugikan," tegas Prof Subiakto.
Selain permasalahan pajak, keberadaan transportasi online khususnya pada moda sepeda motor, tidak memenuhi syarat sebagai angkutan umum. Namun dalam kenyataannya keberadaan transportasi online seperti Grab dan Gojek menjadi kebutuhan masyarakat.
Menurutnya, kemunculan transportasi online berbasis aplikasi menjadi pelik. Meski tidak ada kejelasan perusahaan aplikator yang merangkap sebagai operator, Grab maupun Gojek secara sosiolologis sangat dibutuhkan masyarakat. Apalagi bagi mereka yang selama ini sudah menjadi driver mitra.
"Revisi UU LLAJ ini yang perlu dipikirkan adalah ada perubahan-perubahan mendasar. Kalau misalnya dalam angkutan umum itu kan sepeda motor tidak boleh, sepeda motor itu bukan angkutan barang, bukan angkutan manusia, tapi dalam kenyataan sehari-hari ada kebutuhan ada faktor sosiologis, kalau itu dilarang justru menjadi masalah besar," jelas Prof Subiakto.