
Dunia kembali menyorot Kerajaan Inggris. Setelah bertahun-tahun dibayangi skandal seks, Pangeran Andrew akhirnya kehilangan seluruh gelar kebangsawanannya. Langkah Raja Charles III ini dianggap sebagai keputusan paling berani sejak naik takhta.
Banuaterkiini.com, LONDON – Dunia kerajaan Inggris kembali diguncang. Raja Charles III mencabut seluruh gelar dan kehormatan adiknya, Pangeran Andrew, serta memerintahkannya meninggalkan istana, setelah publik mendesak tanggung jawab moral atas hubungan Andrew dengan Jeffrey Epstein.
Dilansir dari Kompas.com, keputusan mengejutkan ini diumumkan Istana Buckingham pada Kamis (30/10/2025).
Dalam pernyataan resmi yang dikutip Associated Press, istana menegaskan bahwa Raja Charles telah memulai proses hukum internal untuk mencabut seluruh status kehormatan Pangeran Andrew.
Sejak hari itu, Andrew tak lagi bergelar “pangeran,” dan akan dikenal dengan nama Andrew Mountbatten Windsor.
Ia juga diperintahkan untuk meninggalkan Royal Lodge, tempat tinggal resmi yang selama ini ia huni bersama mantan istrinya, Sarah Ferguson.
Langkah tegas Raja Charles muncul setelah tekanan publik semakin tak terbendung. Laporan media Inggris menyebut, sejumlah e-mail menunjukkan Andrew masih berhubungan dengan Epstein jauh setelah mengaku telah memutus kontak.
Dalam memoarnya Nobody’s Girl, korban perdagangan manusia Virginia Giuffre menulis bahwa Andrew memperlakukannya seolah “hubungan itu adalah hak lahir seorang bangsawan.”
Giuffre meninggal dunia April lalu di usia 41 tahun, menambah kegetiran dalam kasus ini.
“Yang Mulia Raja dan Ratu menyampaikan simpati mendalam kepada para korban,” tulis Istana Buckingham.
“Kerajaan berkomitmen menjaga integritas dan kepercayaan publik.”
Andrew sebelumnya mundur dari tugas-tugas kerajaan sejak wawancara dengan BBC tahun 2019 yang gagal memulihkan citranya.
Meski membayar ganti rugi jutaan dolar AS pada 2022, reputasinya tak pernah pulih.
Kini, ia dilaporkan akan menempati rumah di Sandringham, Inggris Timur Laut, dengan sokongan pribadi Raja Charles.
Bagi publik Inggris, keputusan ini menandai perubahan besar dalam budaya monarki: garis darah tak lagi menjadi tameng moral bagi skandal yang merusak nama kerajaan.