Hati-hati Mengaku Jadi Pengacara, Ini Konsekuensi Hukumnya

Banuaterkini.com - Sabtu, 3 September 2022 | 09:41 WIB

Post View : 277

Hati-hati mengaku jadi pengacara kalau tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan Undang-undang, bisa-bisa dipidana. @Hukumonline.

Oleh: Dimas Hutomo, SH 

Masih ingat kasus yang menimpa Gt Mahmudin Noor? Dikutip dari laman radarbanjarmasin.com edisi 1 Juni 2022, Gt. Mahmudin Noor, seorang pria di Kotabaru yang mengaku pengacara namun akhirnya ditangkap Satreskrim Polres Kotabaru, lantaran diduga terjerat kasus pengacara gadungan.

Ia diduga menipu seorang perempuan muda yang suaminya tersandung kasus penggelapan dana kebun sawit. Perkara tersebut sekarang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru.

Mengapa ada istilah pengacara gadungan? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Istilah gadungan dapat diartikan sebagai "palsu; bukan yang sebenarnya (tentang orang yang menyamar sebagai polisi, pemimpin, dsb.). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dimaknai yang dimaksud pengacara gadungan adalah pengacara palsu atau pengacara yang menyamar seperti pengacara sesungguhnya. 

Tulisan ini tak hendak menyoal soal perkara yang sedang bergulir di persidangan tersebut, tetapi mencoba mengupas persoalan "Pengacara Gadungan" dalam persepktif yang lebih luas, bukan pengacara gadungan yang disangkakan kepada yang bersangkutan. Tulisan ini juga bertujuan bembuka cakrawala berfikir kita sekaligus menunjukkan apa memaparkan apa konsekuensi hukum yang dapat diterimanya jika disangka sebagai pengacara gadungan alias pengacara palsu. 

Kartu Advokat Palsu
 
Seseorang yang membuat kartu advokat palsu atau memalsukan salah satu persyaratan untuk mendapatkan kartu advokat, entah dengan memalsukan ijazah, entah dengan memalsukan atau memalsukan identitas lainnya yang dipersyaratkan.
 
Menurut Pasal 3 (1) Undang-Undang Advokat No. 18 Tahun 203 dijelaskan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi jika ingin menjadi advokat, yaitu: a. warga negara Republik Indonesia; b. bertempat tinggal di Indonesia; c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara; d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun; e. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi; hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat; g. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat; h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; dan i. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
 
Merujuk ketentuan Pasal 3 (1) UU Advokat tersebut di atas, maka setiap orang yang terbukti atau dapat dibuktikan tidak memenuhi persyaratan sebagai advokat, maka yang bersangkutan dapat dikatakan sebagai Advokat atau Pengacara Gadungan. 
 
Otomatis, jika orang itu menggunakan atau memakai kartu advokat bisa saja dipidana berdasarkan Pasal 263 KUHP” karena telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
  1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
  2. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 195) mengatakan, bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya. Surat yang dipalsukan itu di antaranya harus surat yang dapat menerbitkan suatu hak.
 
R. Soesilo dalam buku yang sama (hal. 196) juga menjelaskan unsur-unsur tindak pidana pemalsuan surat sebagai berikut:
  1. Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan;
  2. Penggunaannya itu harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup, yang diartikan dengan “kerugian” di sini tidak saja hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga kerugian di lapangan kemasyarakatan, kesusilaan, kehormatan, dan sebagainya.
  3. Yang dihukum menurut pasal ini tidak saja “memalsukan” surat, tetapi juga “sengaja mempergunakan” surat palsu. “Sengaja” maksudnya, bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu.
  4. Dalam hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan.
 
Menipu Orang dengan Cara Berpura-pura sebagai Advokat
 
Orang yang berpura-pura sebagai advokat pun bisa saja dipidana karena penipuan berdasarkan Pasal 378 KUHP, yang berbunyi:
 
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
 
Unsur-unsurnya pun terpenuhi, karena orang tersebut dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum, dengan cara berpura-pura menjadi advokat untuk menggerakan orang lain (kliennya) untuk menyerahkan uangnya kepada orang yang berpura-pura sebagai advokat tersebut.
 
Aturan Lebih Khusus yang Digunakan?
 
Benar, pada dasarnya orang yang berpura-pura sebagai advokat tersebut memenuhi unsur-unsur pidana yang disebutkan di atas berdasarkan KUHP.
 
Namun perlu dilihat bahwa terdapat aturan yang lebih khusus dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU 18/2003”), untuk itu perlu diingat asas lex specialis derogat legi generalis yaitu salah satu asas hukum, yang mengandung makna bahwa aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum. Hal ini didasarkan pada Pasal 63 ayat (2) KUHP, yang berbunyi:
 
"Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan." 
 
Perihal sanksi untuk orang yang bertindak seolah-olah sebagai advokat, tetapi bukan advokat, diatur di Pasal 31 UU 18/2003 sebagai berikut: 
 
"Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta."
 
Namun, Pasal 31 UU 18/2003 tersebut telah dicabut oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-II/2004 Tahun 2004 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat ("Putusan MK Nomor 006/PUU-II/2004"). sehingga Pasal 31 UU 18/2003 dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ("UUD 1945") sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
 
Karena telah dicabut oleh Putusan MK Nomor 006/PUU-II/2004, maka yang dapat digunakan adalah sanksi di KUHP. Terhadap advokat gadungan bisa dijerat dengan tindak pidana pemalsuan surat atau tindak pidana penipuan di KUHP.
 
Sebagai informasi tambahan, pada praktiknya penegak hukum khususnya penuntut umum dapat memberikan lebih dari satu dakwaan. Jadi dimungkinkan juga beberapa rumusan pidana yang telah kami jelaskan di atas diajukan secara bersamaan dalam satu surat dakwaan.
 
(Disarikan dari tulisan dengan judul "Jerat Pidana untuk Advokat Gadungan" oleh Dimas Hutomo SH pada laman https://www.hukumonline.com/klinik/a/jerat-pidana-untuk-advokat-gadungan-lt5d3811cb1fcce).

Halaman:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev