Home » Agama

Empat Karakteristik Manusia dalam Perspektif Literasi Media Al Ghazali

Banuaterkini.com - Selasa, 10 Mei 2022 | 15:48 WIB

Post View : 26


IMAM AL GHAZALI, siapa tak kenal dia. Para pengkaji ilmu hikmah, ilmu tasawuf dan para pemikir Islam pasti menjadikanya sebagai rujukan. Bukan hanya karena dia dikenal sebagai seorang sufi, tetapi ia juga seorang ilmuan sekaligus seorang cendikiawan muslim yang cerdas, yang dalam dan luas pengetahuannya.


Oleh: Dr. MS. Shiddiq, S.Ag, M.Si*

IMAM AL GHAZALI memang dalam ilmu tasawufnya, dia juga ahli fikih, menguasai teologi sekaligus filsafat. Dengan ilmu dan wawasan yang dikuasainya itu, dia mampu menjawab bahkan membantah argumentasi para pengkritik Islam, baik yang berasal dari orang Islam sendiri maupun dari non-muslim ketika itu hingga sekarang. Tak berlebihan jika kemudian dirinya mendapat gelar Hujjatul Islam. Itu pulalah yang membuat dirinya dapat kepercayaan dari Dinasti Abbasyiah dan Saljuk untuk menjadi mufti (pemberi fatwa) kala itu.

Bagi umat Islam Indonesia, dan sejumlah negara yang menganut faham sunni, Imam Al Ghazali adalah role model, panutan, figur tokoh Islam yang cukup dikagumi dan banyak dijadikan rujukan, karena pemikiran-pemikirannya yang brilian terutama pemikiran sufistiknya. Di banyak pesantren di tanah air, karya masterpiecenya yang banyak dijadikan referensi pemikiran ke-Islaman adalah Ihya Ulumuddin (Menghidupkan Keilmuan Agama).

Dalam karya besarnya itu Imam Al Ghazali, mengidentifikasi karakteristik manusia ke dalam 4 golongan yang masih sangat relevan dengan dunia modern sekarang, yaitu:

Pertama; Rajulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri (Orang yang berilmu dan menyadari kalau dirinya memang berilmu). Menurut Iman Ghazali, orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah para alim ulama (yang memahami dengan baik agama) yang di pulau Jawa disebut dengan kyai atau dalam masyarakat Melayu disebut dengan tuan guru.

Jika ditarik ke dunia modern, era sekarang, kelompok pertama ini bisa dianalogikan sebagai para cerdas pandai atau cendikiawan, karena memang menguasai keilmuan tertentu sehingga dia ahli dan kompeten di bidang itu.

Bagi orang awam, harusnya lebih banyak mendengarkan orang dengan tiplogi ini, karena mereka memiliki ilmu dan kompetensi sesuai dengan bidangnya, sehingga dapat dijadikan tempat bertanya, menuntut ilmu atau atau rujukan dari pemikiran-pemikirannya.

Tujuannya tidak lain adalah agar orang awam (masyarakat kebanyakan) tidak mudah disesatkan dan diprovokasi, didoktrin untuk melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama dan hukum negara, termasuk tidak mudah diprovokasi untuk menyebarluaskan ujaran dan narasi kebencian, baik melalui pergaulan sosial sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa maupun dalam pergaulan di dunia digital seperti media sosial.

Halaman:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev