Nova Abriano, seorang dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) DPK Universitas Nahdhatul Ulama Kalimantan Selatan (UNUKASE), tak pernah membayangkan bahwa perjuangannya sebagai tenaga pendidik akan diiringi dengan ketidakpastian hak finansial.
Banuaterkini.com, BANJARMASIN - Sudah lebih dari empat tahun ia dan ribuan dosen ASN lainnya menunggu pencairan tunjangan kinerja (tukin) yang dijanjikan pemerintah, tetapi hingga kini tak ada kepastian kapan hak itu akan mereka terima.
Bukan hanya soal nominal, bagi Nova, tukin adalah bentuk penghargaan negara terhadap profesi dosen.
Namun, kenyataan di lapangan justru berbanding terbalik—dosen ASN masih harus bertahan dengan gaji pokok yang tidak sebanding dengan beban kerja, sementara pegawai di kementerian dan lembaga lain telah menerima tukin mereka.
"Kami sudah mengabdi untuk pendidikan tinggi, tetapi justru hak kami tidak diakui. Pegawai ASN di kementerian lain bisa menerima tukin, tetapi dosen ASN dibiarkan menunggu tanpa kepastian. Sampai kapan kami harus bertahan?" ungkap Nova, dalam keterangan yang diterima Banuaterkini.com, Selasa (11/03/2025).
Merasa suara mereka terus diabaikan, Nova bersama rekan-rekannya di Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) akhirnya memutuskan untuk membawa permasalahan ini ke DPR RI.
Pada Kamis (06/3), Nova bersama sejumlah perwakilan ADAKSI dari berbagai daerah datang ke Gedung DPR RI untuk mengadukan nasib mereka.
Audiensi ini digelar bersama Fraksi NasDem DPR RI, dihadiri oleh Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, serta anggota Komisi X DPR RI, Furtasan Ali Yusuf dan Lita Machfud Arifin, serta koleganya dari Komisi XI, Charles Meikyansyah.
Nova tidak sendiri. Ia didampingi oleh para akademisi lain yang juga merasakan ketidakadilan serupa, di antaranya Anggun Gunawan (Koordinator Nasional ADAKSI), Cahaya dan Dicky (ADAKSI Kalimantan Tengah), Nova Abriano dan Uno Muhammad Teguh (ADAKSI Kalimantan Selatan), Linda dan Muh. Takdir (ADAKSI Jakarta), Andre (ADAKSI Maluku, Maluku Utara, Papua – MAMALPA), serta Ul Qadri (ADAKSI Kalimantan Barat).
Dalam pertemuan itu, Nova dan perwakilan ADAKSI menegaskan bahwa tukin bukan sekadar masalah uang, tetapi juga tentang keadilan.
Hingga kini, Perpres 136 Tahun 2020 yang seharusnya mengatur pembayaran tukin tidak pernah benar-benar dijalankan, membuat ribuan dosen ASN bertanya-tanya kapan hak mereka akan terpenuhi.
"Kami tidak minta lebih, kami hanya ingin pemerintah menepati janji mereka. Kami sudah empat tahun menunggu, tapi masih belum ada kepastian," ujar Anggun Gunawan, Koordinator Nasional ADAKSI dalam audiensi tersebut.
Dalam tanggapannya, Fraksi NasDem DPR RI mengakui bahwa pencairan tukin dosen masih menghadapi berbagai kendala.
Mulai dari belum adanya alokasi dalam APBN, tidak adanya instruksi langsung dari Presiden, hingga ketidakjelasan skema pembayaran bagi dosen di bawah Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Hukum (BH).
"Dana Rp2,5 triliun sebenarnya sudah tersedia untuk membayar tukin 33 ribu dosen ASN. Namun, karena belum masuk dalam APBN, pencairannya masih tertahan," jelas Lestari Moerdijat dalam audiensi tersebut.
Tanpa intervensi eksekutif dari Presiden atau regulasi yang lebih spesifik dalam bentuk Perpres baru, NasDem menilai pencairan tukin akan sulit direalisasikan dalam waktu dekat.
Bahkan, mereka pesimis terhadap pencairan tukin rapelan 2020-2024, kecuali ada kebijakan khusus yang dikeluarkan oleh pemerintah.
"Kami akan mengawal ini di DPR, tapi perlu ada tekanan politik yang lebih besar agar pemerintah benar-benar bertindak," ujar Charles Meikyansyah menambahkan.
Ketidakpastian tukin tidak hanya berdampak pada kesejahteraan dosen, tetapi juga mengancam dunia akademik secara keseluruhan.
Banyak dosen ASN kini terpaksa mencari sumber penghasilan tambahan demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Sebagian dari mereka mengajar di lebih dari satu institusi, menjadi freelancer, atau bahkan beralih profesi.
Akibatnya, fokus akademik dan kualitas pengajaran semakin terancam, karena para dosen tidak lagi bisa mencurahkan seluruh perhatiannya untuk penelitian dan pengembangan ilmu.
"Bagaimana kami bisa fokus mengajar dan meneliti kalau setiap bulan kami harus mencari tambahan penghasilan untuk bertahan hidup?" keluh dosen lainnya saat audiensi.
Sebagai langkah konkret, Fraksi NasDem akan membawa isu tukin dosen dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan yang dijadwalkan minggu depan.
Mereka akan menanyakan bagaimana skema anggaran tukin dosen dan apakah ada kemungkinan percepatan pencairannya.
Selain itu, NasDem mendorong ADAKSI untuk melakukan audiensi dengan seluruh delapan fraksi di DPR RI guna memperbesar tekanan politik terhadap pemerintah.
"Tahun ini adalah momentum penting. Jika tidak diperjuangkan sekarang, isu tukin dosen bisa kembali tenggelam," pungkas Charles Meikyansyah lagi.
Bagi Nova Abriano dan ribuan dosen ASN lainnya, perjuangan untuk mendapatkan tukin belum usai.
Meskipun DPR telah menyatakan dukungannya, keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah pusat dan Presiden.
Yang jelas, mereka tidak akan berhenti memperjuangkan hak mereka.
Sebab bagi mereka, tukin bukan hanya soal uang, tetapi juga tentang keadilan dan penghargaan terhadap profesi akademisi yang selama ini telah berjuang mencerdaskan bangsa.