
Kabar penangkapan Gubernur Riau Abdul Wahid dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (04/11/2025), menghadirkan kejutan di tengah upaya pemerintah daerah memperkuat tata kelola dan pelayanan publik.
Banuaterkini.com, JAKARTA - Sosok yang sebelumnya muncul dengan agenda antikorupsi melalui penerbitan surat edaran larangan gratifikasi, kini justru menjalani pemeriksaan intensif lembaga antirasuah di Jakarta.
Abdul Wahid tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 09.35 WIB. Mengenakan kaus putih dan masker, ia berjalan tenang diiringi petugas.
Di tangan kirinya, sebuah tas kecil berwarna biru terlihat dijinjing. Tidak ada pernyataan yang ia sampaikan kepada media.
KPK membenarkan adanya operasi tangkap tangan di Riau yang melibatkan sepuluh orang.
Sembilan di antaranya, termasuk Abdul Wahid, diterbangkan ke Jakarta.
“Selain para pihak yang diamankan, sejumlah uang juga turut diamankan sebagai barang bukti,” ujar Juru Bicara KPK, Budi, dalam konferensi pers di Jakarta.
Meski belum dijelaskan secara rinci, dugaan awal mengarah pada pengelolaan proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau.
Sejumlah sumber menyebut proses pemeriksaan masih berjalan dan penghitungan nilai uang yang diamankan masih berlangsung.
Menariknya, OTT tersebut terjadi hanya sekitar satu bulan setelah Abdul Wahid menandatangani Surat Edaran Nomor 100.3.3.1/1606/SETDA/2025 tentang larangan gratifikasi.
Dalam edaran itu, ia menegaskan pentingnya menjauhi praktik pemberian yang berkaitan dengan jabatan.
“Fokus utama adalah memastikan bahwa pelayanan publik berjalan transparan, adil, dan bebas dari pungutan liar,” demikian bunyi pernyataan Wahid dalam dokumen resmi tersebut.
Pernyataan itu kini kembali muncul di ruang publik, memunculkan pertanyaan mengenai konsistensi moralitas politik dan praktik birokrasi.
Di berbagai kanal digital, percakapan warga Riau meningkat pesat.
Banyak yang mengekspresikan keterkejutan, namun ada pula yang memilih menunggu klarifikasi resmi KPK.
Di sejumlah warung kopi di Pekanbaru dan Indragiri Hilir, peristiwa ini menjadi topik utama sejak pagi.
Nama ulama populer, Abdul Somad, sempat kembali mencuat ke tengah sorotan.
Tokoh itu sebelumnya terlihat dalam momen dukungan politik kepada Abdul Wahid pada Pemilu Kepala Daerah Riau 2024.
Abdul Somad juga sempat menyampaikan bahwa Wahid bukan ditangkap, melainkan dimintai keterangan.
Namun pernyataan itu belum mendapatkan konfirmasi resmi dari KPK.
Abdul Wahid merupakan Gubernur Riau periode 2025–2030.
Lahir di Desa Belaras, Indragiri Hilir, pada 21 November 1980, ia dikenal sebagai anak desa yang meniti karier dari bawah.
Setelah menyelesaikan pendidikan pesantren, ia memasuki dunia organisasi mahasiswa lalu terjun ke dunia politik melalui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Ia pernah menduduki kursi DPRD Riau selama dua periode (2009–2019) dan menjadi anggota DPR RI (2019–2024) sebelum terpilih sebagai Gubernur Riau.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), total harta kekayaannya mencapai sekitar Rp4,8 miliar per 2023.
Hingga kini, KPK belum mengumumkan status hukum Abdul Wahid.
Proses pemeriksaan masih berjalan dan publik menanti penjelasan lebih komprehensif. Pemerintah Provinsi Riau belum memberikan keterangan resmi terkait mekanisme pengelolaan pemerintahan selama proses hukum berlangsung.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa praktik integritas bukan hanya soal kebijakan tertulis, tetapi juga keteladanan dan konsistensi dalam menjalankannya.
Sementara proses hukum berjalan, yang paling ditunggu adalah transparansi KPK dan langkah Pemprov Riau menjaga stabilitas pelayanan publik.