Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menolak dua perkara sengketa hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru 2024. Putusan ini memicu kekecewaan dari Tim Hukum Hanyar, yang menilai proses demokrasi tidak cukup terlindungi dari praktik manipulatif seperti politik uang dan intimidasi.
Banuaterkini.com, JAKARTA - Dua perkara yang dimaksud, yaitu perkara Nomor 318/PHPU.WAKO-XXIII/2025 dan Nomor 319/PHPU.WAKO-XXIII/2025, diajukan oleh Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Kalimantan Selatan dan Prof. Ir. H. Udiansyah, MS, sebagai pemilih di Banjarbaru.
Namun, dalam sidang putusan yang digelar Senin (26/05/2025) pukul 13.30 WIB, MK menyatakan bahwa gugatan tersebut tidak memenuhi syarat formil maupun materiil untuk diteruskan ke tahap pembuktian.
Pada sidang yang dipimpin Hakim MK Suhartoyo itu, MK dalam amar putusannya menyatakan bahwa dalil-dalil yang diajukan oleh para pemohon.
Termasuk tudingan politik uang, intervensi aparat, hingga kriminalisasi terhadap penggugat, dinilai tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif.
Akibatnya, seluruh bukti seperti video pengakuan, tangkapan layar WhatsApp, hingga dokumen resmi dari pejabat daerah dikesampingkan.
Menyikapi keputusan ini, Tim Hukum Hanyar yang mewakili para pemohon menyampaikan penghormatan terhadap otoritas MK namun menyuarakan kekecewaan mendalam atas lemahnya perlindungan terhadap prinsip pemilu yang adil dan bebas dari tekanan.
“Innalillahi, MK telah menolak permohonan kami atas sengketa PSU Banjarbaru, dan seluruh bukti yang kami ajukan dikesampingkan. Dari video pengakuan praktik politik uang, WhatsApp koordinasi kemenangan paslon, hingga surat resmi Gubernur dan intimidasi terhadap pemohon, semuanya dianggap tidak meyakinkan. Putusan ini mengecewakan dan menunjukkan bahwa MK gagal menjalankan fungsi konstitusionalnya menjaga keadilan pemilu,” ujar Denny Indrayana, salah satu tokoh Tim Hanyar.
Meski kecewa, Tim Hanyar menyatakan akan terus berkomitmen dalam memperjuangkan demokrasi yang sehat.
Mereka menegaskan bahwa perjuangan belum usai dan akan terus dilakukan melalui jalur advokasi, pemantauan publik, serta pendidikan politik di tengah masyarakat.
“Ikhtiar dan do'a sudah dilakukan, berusaha (ikhtiar) dan kemudian menyerahkan hasil kepada Allah SWT. Tetap semangat kita untuk mengawal Bunda Syarifah, tetap semangat memberikan edukasi pendidikan politik kepada masyarakat, menjaga marwah demokrasi dan konstitusi,” tutur Muhamad Pazri, Ketua Tim Hanyar.
Putusan MK ini menandai berakhirnya upaya hukum konstitusional yang dilakukan oleh masyarakat Banjarbaru dalam menggugat dugaan kecurangan dalam PSU.
Namun, semangat untuk mengawal integritas pemilu tetap menyala.
Tim Hanyar dan para pemohon mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak menyerah dalam memperjuangkan demokrasi yang berintegritas.
“Kami tetap menghormati putusan MK yang bersifat final, dan mengucapkan terima kasih kepada seluruh Tim Hanyar. Kepada rakyat Banjarbaru, maafkan kami belum bisa mengalahkan duitokrasi yang menindas demokrasi,” pungkas Denny Indrayana.