Pemantau Pemilu Diadili, Tim Hukum: Ancaman Bagi Demokrasi

Redaksi - Senin, 16 Juni 2025 | 20:23 WIB

Post View : 24

Syarifah Hayana bersama tim kuasa hukum saat menyampaikan pleidoi di Pengadilan Negeri Banjarbaru, Senin (16/06/2025). (BANUATERKINI/Istimewa)

Tim Kuasa Hukum Syarifah Hayana dengan tegas menyatakan bahwa kriminalisasi terhadap pemantau pemilu adalah bentuk ancaman terhadap masa depan demokrasi.

Banuaterkini.com, BANJARBARU - Pernyataan ini disampaikan saat pembacaan pleidoi atas perkara dugaan pelanggaran pemilu yang menjerat Syarifah Hayana di Pengadilan Negeri Banjarbaru, Senin (16/06/2025).

Dalam perkara bernomor 153/Pid.Sus/2025/PN Bjb itu, Syarifah didakwa melanggar Pasal 187D jo. Pasal 128 huruf k UU Pemilukada karena dianggap menyebarkan hasil quick count yang dinilai berpotensi mengganggu proses pemilu.

Namun dalam pembelaannya, tim hukum yang terdiri dari 22 advokat menyebut bahwa apa yang dilakukan klien mereka bukanlah quick count berbasis sampel, melainkan tabulasi data C.Hasil dari seluruh 403 TPS oleh DPD LPRI Kalimantan Selatan.

“Data itu adalah laporan pemantauan yang telah disampaikan resmi ke KPU Kalsel pada 28 April. Tidak ada niat jahat, tidak ada kekacauan, bahkan berita tersebut sudah diminta dicabut sejak dini hari 20 April,” ujar juru bicara tim hukum, Dr. Muhamad Pazri.

Syarifah Hayana menjalani sidang pembacaan pembelaan di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Hakim Ketua, PN Banjarbaru. (BANUATERKINI/Istimewa)

Tim hukum juga menyoroti pasal yang dikenakan pada Syarifah sebagai “multitafsir dan kabur”.

Sementara itu, Prof Denny Indrayana menyebut pasal tersebut dianggap bisa disalahgunakan untuk membungkam peran pemantau pemilu.

“Jika ini dibiarkan, maka siapa pun yang melaporkan data bisa dijerat pidana. Ini berbahaya bagi kebebasan sipil dan partisipasi publik dalam demokrasi,” tegas Denny Indrayana yang juga tergabung dalam tim pembela.

Dalam persidangan, tidak ada saksi yang menyatakan Syarifah memerintahkan penyebaran informasi.

Bahkan, wartawan yang memberitakan hasil tabulasi datang atas inisiatif saksi lain, bukan atas perintah terdakwa.

Syarifah Hayana, yang juga dikenal sebagai aktivis perempuan dan pemantau independen, mengungkapkan harapan terakhirnya dalam sebuah pernyataan menyentuh di akhir pleidoi.

“Semoga Yang Mulia dapat mendengar suara ketulusan hati saya—bukan suara terdakwa, tapi suara seorang ibu… yang berjuang menjaga kehidupan, dan percaya bahwa keadilan masih punya rumah di negeri ini.”

Agenda selanjutnya adalah pembacaan putusan oleh Majelis Hakim, dijadwalkan pada Selasa, 17 Juni 2025 pukul 15.00 WITA.

Publik dan berbagai elemen masyarakat sipil kini menanti apakah pengadilan akan berpihak pada hukum yang adil atau justru mencatat preseden buruk bagi kebebasan informasi.

Laporan: Ahmad Kusairi
Editor: Ghazali Rahman

Halaman:
Baca Juga :  Kapolda Kalsel ajak Semua Pihak Ikut Lakukan Pengamanan Pemilu 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev