Mantan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, gagal dalam upaya hukum praperadilan atas status tersangka dan penahanannya. Pengadilan menilai Kejaksaan Agung telah menjalankan prosedur sesuai aturan hukum pidana.
Banuaterkini.com, JAKARTA – Permohonan praperadilan yang diajukan oleh Nadiem Makarim terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi ditolak Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Hakim menilai, penahanan yang dilakukan Kejagung sah dan sesuai prosedur hukum.
Hakim Tunggal I Ketut Darpawan menyampaikan putusan tersebut dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (13/10/2025).
“Penahanan terhadap pemohon (Nadiem Makarim) adalah sah menurut hukum,” tegasnya dikutip dari Kompas.com.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan penetapan tersangka terhadap Nadiem didasari dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.
Ia juga menilai penyidik Kejagung telah menggunakan Pasal 21 KUHAP untuk menilai alasan objektif penahanan, termasuk potensi melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
Sebelumnya, Nadiem bersama tim kuasa hukumnya menggugat Kejagung dengan dalih adanya cacat prosedur dalam penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019–2022.
Tim hukum menyebut Sprindik, SPDP, dan surat penahanan diterbitkan bersamaan pada 4 September 2025, tanpa pemeriksaan terlebih dahulu terhadap Nadiem.
Kuasa hukum juga menilai penetapan tersangka tidak disertai hasil audit dari BPKP, serta menegaskan bahwa Nadiem tidak menikmati keuntungan pribadi dari proyek tersebut.
Mereka bahkan meminta agar bila kasus berlanjut, penahanan diganti menjadi penahanan kota atau rumah.
Meski demikian, hakim tetap menolak seluruh permohonan tersebut.
Kejagung dianggap telah menjalankan prosedur sesuai hukum acara pidana.
Nadiem Makarim kini menjalani masa tahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dengan jeratan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor.
Kejagung sebelumnya menyebut, kebijakan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 yang mengunci penggunaan sistem operasi Chrome OS diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,98 triliun.