Sidang lanjutan kasus pembunuhan jurnalis Juwita kembali digelar di Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin, Rabu (4/6/2025). Dalam persidangan tersebut, Oditurat Militer III-15 Banjarmasin menuntut hukuman seumur hidup kepada terdakwa Kelasi Satu Jumran, anggota TNI Angkatan Laut yang menjadi tersangka utama dalam kasus ini.
Banuaterkini.com, BANJARBARU — Tuntutan hukuman seumur hidup dibacakan langsung oleh Kepala Oditurat Militer III-15 Banjarmasin, Letkol Chk Sunandi, di hadapan majelis hakim militer.
Selain tuntutan pidana pokok, oditurat juga meminta majelis hakim menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat dari dinas militer terhadap Jumran.
"Kami memohon kepada majelis hakim agar menjatuhkan pidana pokok penjara seumur hidup kepada terdakwa Jumran. Hal-hal yang meringankan nihil," tegas Letkol Sunandi saat membacakan tuntutan.
Jumran didakwa melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, subsider Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Dalam dakwaan, perbuatan terdakwa dinilai mencoreng institusi TNI dan menyebabkan hilangnya nyawa seorang warga sipil.
Kasus ini menyita perhatian publik sejak awal karena korban, Juwita, merupakan seorang jurnalis aktif di Banjarbaru.
Hubungan asmara antara korban dan pelaku yang berujung pada tindakan kekerasan fatal memunculkan kecaman luas dari berbagai kalangan.
Pihak keluarga korban yang hadir dalam persidangan mengaku kecewa dengan tuntutan seumur hidup tersebut.
Mereka menilai hukuman itu belum mencerminkan rasa keadilan. Keluarga bahkan sempat menyampaikan desakan agar majelis hakim menjatuhkan hukuman mati terhadap terdakwa.
“Kami berharap majelis hakim dapat memberikan vonis yang setimpal dengan perbuatan pelaku, karena nyawa anak kami telah direnggut secara keji,” ungkap perwakilan keluarga korban.
Selain keluarga korban, sejumlah lembaga pengawas seperti Komnas HAM, LPSK, serta organisasi profesi jurnalis turut memantau jalannya proses hukum.
Mereka menekankan pentingnya keadilan ditegakkan secara transparan dan profesional, khususnya dalam kasus kekerasan terhadap jurnalis perempuan.
Proses persidangan masih akan terus berlanjut hingga pembacaan putusan oleh majelis hakim militer.
Putusan akhir akan sangat menentukan apakah majelis hakim akan mengikuti tuntutan oditurat atau mempertimbangkan permintaan keluarga korban.
Kasus ini kembali menjadi sorotan penting mengenai perlindungan jurnalis dan upaya pencegahan kekerasan dalam hubungan personal yang melibatkan aparat militer.