Polemik Soal Tiket Masuk Kampung Ketupat, DPRD Banjarmasin Minta Pemko Evaluasi

Banuaterkini.com - Minggu, 9 Juli 2023 | 09:49 WIB

Post View : 405

Anggota DPRD Kota Banjarmasin, Afrizaldi, meminta Pemko Banjarmasin mengevaluasi kerjasama dengan pengelola Kampung Ketupat Sungai Baru. Foto: BANUATERKINI/Akun IG @afrizal2804

Laporan: Ahmad Kusairi l Editor: Ghazali Rahman

DPRD Kota Banjarmasin meminta agar Pemerintah Kota (PEmko) Banjarmasin melakukan evaluasi pada pengelolaan kawasan wisata mandiri (KWM) Kampung Ketupat di Sungai Baru, lantaran banyaknya warga yang mengeluhkan soal mahalnya biaya tiket masuk kawasan tersebut.

Banjarmasin,  Banuaterkini.com - Pasca soft lounching 30 Juni 2023 lalu, pengelola KWM Kampung Ketupat telah memberlakukan tarif masuk kawasan wisata yang ada di tepian Sungai Martapura di Kampung Sungai Baru itu.

Pengelola KWM PT Juru Supervisi Indonesia, mematok harga tiket masuk pada hari Senin dan Selasa dengan harga Rp10.000. 

Sedangkan pada hari Rabu hingga Jumat tiket masuknya seharga Rp15.000. Khusus pada akhir pekan Sabtu dan Minggu tiket masuk dipatok dengan harga sebesar Rp20.000.

Besaran tiket masuk tersebut menimbulkan polemik, lantaran banyak warga yang mengeluh tingginya biaya masuk kawasan wisata tepian Sungai Martapura itu.

Apalagi, menurut sejumlah warganet lokasi tersebut merupakan milik Pemko Banjarmasin. Jadi, semestinya meskipun dikenakan tarif, harusnya tak semahal itu.

Salah seorang warga Sungai Baru, Sabriansyah, yang mengaku rumahnya persis berhadapan dengan KWM Kampung Ketupat, termasuk yang mengeluhkan perihal harga tiket masuk tersebut. 

Menurut Sabri, sebagai warga yang ada di kawasan Kampung Ketupat, cukup keberatan dengan besaran harga tiket masuk tersebut.

Bahkan, kata dia, mestinya ada pengecualian bagi warga Sungai Baru yang ingin menikmati kawasan wisata tersebut.

"Kalo bisa malah harusnya gratis untuk warga Sungai Baru," kata Sabriansyah kepada jurnalis Banuaterkini.com, Sabtu (08/07/2023).

Sabri juga membeberkan, meskipun KWM Kampung Ketupat milik swasta, tetapi karena lokasinya yang memakan  lahan di kawasan Sungai Baru yang selama ini merupakan ruang terbuka bagi warga Sungai Baru, mestinya ada perlakuan khusus bagi warga Sungai Baru.

Sabriansyah juga mengungkapkan, tokoh masyarakat dan warga Sungai Baru sejak awal memang tidak pernah dilibatkan dalam proses pembangunan apalagi untuk pengelolaan Kampung Ketupat.

"Dulu sewaktu ribut-ribut pada saat salah satu ikon Kampung Ketupat roboh akhir tahun lalu,  warga sudah mengingatkan agar persoalan pengelolaan Kampung Wisata harus melibatkan masyarakat," tandas dia.

Sayangnya, kata Sabriansyah, pihak pengelola maupun Pemko Banjarmasin mengabaikan aspirasi dan masukan masyarakat.

"Apalagi soal tarif tiket masuk Kampung Ketupat, warga juga tidak dapat informasi sama sekali," aku Sabri.

Menanggapi polemik soal mahalnya harga tiket masuk Kampung Ketupat juga memantik tanggapan dari DPRD Banjarmasin.

Menurut Anggota Badan Anggaran DPRD Banjarmasin, Afrizaldi, mestinya polemik soal tarif dan hal-hal terkait pengelolaan Kampung Ketupat tidak perlu terjadi, seandainya Pemko Banjarmasin lebih terbuka dan mengkomunikasikannya secara khusus dengan DPRD Banjarmasin.  

Menurut Legislator Fraksi PAN DPRD Banjarmasin ini, Pemko Banjarmasin harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan Kampung Ketupat. 

Pasalnya, kata dia, meskipun dikelola oleh pihak swasta, Kampung Ketupat itu menggunakan aset milik Pemko Banjarmasin yang semestinya mendapat pengawasan.

"Bahkan sanksi jika perlu jika menyalahi aturan, sepanjang sejak awal ada nomenklatur dalam perjanjian penggunaan aset Pemko Banjarmasin di Sungai Baru itu oleh pihak ketiga menyebutkan secara rinci terkait mekanisme pengelolaan termasuk soal penentuan tarif," kata Afrizaldi yang dihubungi redaksi Banuaterkini.com, Sabtu (08/07/2023).

Salah satu sudut pandang Kampung Ketupat Sungai Baru Banjarmasin. Foto: BANUATERKINI/ Wahyu Ramadhan/Radar Banjarmasin.

Harus diakui, kata Afrizal, sejak awal tujuan Pemko Banjarmasin menarik investor dari luar seperti PT Juru Supervisi Indonesia adalah untuk membantu pembangunan di banjarmasin, baik dari segi infrastruktur maupun untuk meningkatkan pendapatan asli daerah termasuk memberdayakan sektor UMKM lokal.

Tetapi, bukan berarti Pemko Banjarmasin membebaskan pihak ketiga mengelola semaunya tanpa koordinasi.

"Harusnya Pemko Banjarmasin memantau dan melakukan evaluasi terhadap semua investasi yang menggunakan aset Pemko seperti halnya pengelolaan Kampung Ketupat," ujar dia.

Jadi, semua mekanisme pengelolaan Kampung Ketupat harus tertuang dalam perjanjian dengan pihak ketiga, salah satunya harus sesuai dengan tujuan awalnya yaitu penggunaan aset Pemko yang dikelola pihak ketiga yaitu memberikan manfaat bagi masyarakat. 

"Jadi, Pemko tidak semata mengejar target pendapatan, tetapi juga mengakaji apakah pengelolaan aset Pemko dengan pihak ketiga itu bermanfaat untuk masyarakat," imbuhnya.

Afrizal juga menyinggung, sejak awal Pemko Banjarmasin terkesan "kucing-kucingan" dengan DPRD Banjarmasin, terkait bentuk kerjasama pengelolaan aset Pemko di Kampung Ketupat Sungai Baru oleh PT Juru Supervisi Indonesia.

Sebab, tegas Afrizal, pihaknya di Badan Anggaran DPRD Banjarmasin, belum pernah diajak bicara dan mengkomunikasikan persoalan pengelolaan aset Kampung Ketupat di Sungai Baru itu.

"Harusnya membahas ini dengan Badan Anggaran, yang memang memiliki tupoksi salah satunya pengawasan terhadap aset-aset milik Pemko Banjarmasin. Dan soal Kampung Ketupat ini kan sama sekali tidak pernah dikomunikasikan dengan DPRD," papar Afrizal.

Ia juga mengingatkan Pemko Banjarmasin, agar jangan sampai pengelolaan Kampung Ketupat terjadi seperti pengelolaan Taman Edukasi yang ada di samping Duta Mall Banjarmasin yang terkesan asal dan tanpa perencanaan matang.

"Mestinya persoalan pengelolaan Taman Edukasi menjadi contoh preseden buruk, karena pengelolaannya asal jalan," ucap dia.

Harusnya, kata dia, DPRD Banjarmasin diajak bicara secara khusus terkait pengelolaan aset yang melibatkan pihak ketiga, mulai dari penyusunan perencanaan hingga pelaksanaan termasuk proses evaluasi dan pengawasannya.

"Pemanfaatan aset Pemko Banjarmasin seperti halnya Kampung Ketupat  harus dikomunikasikan dengan Badan Anggaran DPRD Banjarmasin, agar tujuan dari setiap investasi yang menggunakan aset daerah tercapai," tegas legislator yang dikenal cukup vokal ini. 

Apapun konsep dan tujuan dari setiap kebijakan yang akan diambil Pemko Banjarmasin, lanjut dia, harusnya sebesar-besarnya dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

"Jangan sampai kebijakan yang diambil malah membebani masyarakat," pungkasnya.

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev