Dugaan praktik kekerasan, eksploitasi anak, dan pelanggaran HAM dalam operasi sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) di bawah naungan Taman Safari kembali mencuat ke permukaan.
Banuaterkini.com, JAKARTA - Komisi III DPR RI mendesak pihak kepolisian, khususnya Polda Jawa Barat, untuk membuka kembali penyidikan atas kasus yang sempat terkubur selama puluhan tahun dan kini disebut sebagai "sirkus horor".
Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez, menyebut kasus dugaan eksploitasi terhadap mantan pemain sirkus OCI bukan hanya perkara lama yang bisa diabaikan.
Ia menegaskan, negara tidak boleh tutup mata terhadap pengakuan para korban yang diduga mengalami penyiksaan, eksploitasi, bahkan penelantaran medis.
“Jangan karena kasus ini terjadi dua dekade lalu, lalu dibiarkan. Negara harus hadir untuk memberi keadilan. Kasus ini harus dibuka kembali agar terang benderang,” kata Gilang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (22/04/2025).
Ia mendorong agar aparat penegak hukum segera bertindak, termasuk mempertimbangkan pembentukan Tim Pencari Fakta seperti yang direkomendasikan Amnesty Internasional Indonesia.
Menurut Gilang, pengakuan para korban—yang sebagian besar merupakan anak-anak saat itu—tidak bisa diabaikan.
Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi III lainnya, Saffarudin.
Ia menyoroti kesaksian korban yang menyebutkan ada insiden tragis, seperti terjatuh dari ketinggian 15 meter, patah tulang, hingga kelumpuhan—semua hanya diobati seadanya tanpa perawatan medis yang layak.
“Ini indikasi kuat terjadinya kelalaian fatal, bahkan bisa masuk ke ranah pidana. Terlebih kalau menyangkut anak-anak. Ini eksploitasi, bukan sekadar pelanggaran etika,” ujar politisi dari PDI-Perjuangan itu.
Saffarudin juga mempertanyakan motif di balik rekrutmen anak-anak oleh pihak OCI yang awalnya dijanjikan pendidikan di luar negeri, namun kenyataannya malah dilatih menjadi pemain sirkus.
“Ini bukan cuma eksploitasi, tapi sudah ada unsur penipuan. Negara harus tindak tegas,” tegasnya.
Komnas HAM sendiri telah mengeluarkan rekomendasi sejak tahun 1997 yang menyatakan terdapat pelanggaran HAM dalam kasus ini.
Namun hingga kini, rekomendasi tersebut belum dijalankan sepenuhnya oleh pihak pengelola sirkus.
Anak dari pendiri OCI, Jansen Manangsang, membantah adanya unsur penyiksaan dalam dokumen tersebut, namun DPR menilai pengakuan korban jauh lebih substansial dan tidak bisa diabaikan begitu saja.
Gilang meminta agar DPR ikut memfasilitasi proses keadilan ini, termasuk mengaudit kepatuhan hukum manajemen Taman Safari Indonesia Group.
Ia juga mendorong pengawasan menyeluruh terhadap industri hiburan sirkus lainnya di Indonesia.
“Jangan sampai tragedi ini berulang. Negara tidak boleh gagal lagi melindungi anak-anak dan pekerja hiburan,” pungkas Gilang.