Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar alias Uceng menilai putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) soal pelanggaran etik Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dan enam anggotanya keikutsertaan atau pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024 sudah terlambat.
Jogjakarta, Banuaterkini.com - Menurut Uceng menilai putusan DKPP sudah tidak dapat menganulir kepesertaan Gibran atau membatalkan pencalonannya sebagai cawapres.
Alasannya, menurut Uceng, karena Pemilu tinggal sembilan hari lagi, sehingga untuk mengubah hasil putusan KPU tersebut tidak mungkin lagi.
Pasalnya, jika mengacu pada Undang-Undang dan Peraturan KPU bahkan kalau kandidat meninggal pun sudah tidak bisa diganti, jika Pemilu kurang dari 60 hari.
"Pemilu tinggal sembilan hari, padahal untuk mengubah itu kan sudah enggak mungkin. Sekurang-kurangnya 60 hari kan sebenarnya kalau kita pakai undang-undang dan PKPU bahkan kalau kandidat meninggal kan udah enggak bisa diganti tuh, kalau H-60," kata Uceng ditemui di Kampus UII Cik Di Tiro, Kota Yogyakarta, Senin (05/02/2024).
Dikutip dari CNN Indonesia, Uceng menyebutkan, saat ini tak ada konteks aturan menyangkut implikasi dari temuan-temuan pelanggaran etik ini.
Salah satu contohnya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran sebagai peserta Pilpres.
"Kita tidak punya konteks aturan implikasi yang jelas dari pelanggaran etik itu dikonversi menjadi apa implikasi hukumnya," imbuh Uceng.
Bagaimanapun, Uceng melihat putusan DKPP ini mampu menjadi sandaran bagi masyarakat pemilih untuk tak mencoblos kandidat yang cacat secara etik.
Ketimbang menunda pemilu yang dampaknya tak kalah memusingkan, Uceng memilih menjadikan tanggal 14 Februari 2024 besok sebagai 'hari penghakiman' bagi peserta pilpres yang pencalonannya diwarnai pelanggaran etik.
Uceng menyebut menunda waktu pemilu sama saja memperpanjang masa jabatan Jokowi, sehingga harus mengubah UUD NRI 1945.
"Saya kira ya satu-satunya mengkonversi dari pelanggaran etik itu menjadi penghukuman di bilik suara sementara waktu sembari memang ke depan saya kira memang ada kewajiban besar untuk memperbaiki mulai dari impeachment-nya, membincangkan presiden, kemudian termasuk menjaga kepesertaan-kepesertaan kepemiluan seperti ini," papar Uceng.
Lebih lanjut Uceng juga mengungkapkan, bahwa pihaknya sudah sejak awal mengkritisii bahwa UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu memiliki banyak kelemahan.
"Karena memang kita udah teriakkan cukup cukup lama sebenarnya Undang-undang 7 2017 ini enggak lengkap, enggak bagus. Tapi, kemudian partai politiknya malah sepakat waktu itu kan, mereka malah sepakat untuk menggunakan undang-undang yang sama untuk Pemilu 2024. Padahal kita tahu alasan itu pun agak politis," u ungkap Uceng.
Sebelumnya, DKPP memberikan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan enam anggotanya lantaran menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres di Pilpres 2024.
Pemberian sanksi dibacakan Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023. Semua perkara tersebut mempersoalkan pendaftaran Gibran sebagai cawapres.
Kendati, baik DKPP maupun Bawaslu telah menyatakan bahwa putusan ini tidak mempengaruhi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024.
"Enggak ada kaitannya dengan pencalonan juga, ini murni soal etik, murni soal etik penyelenggara pemilu," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (05/02/2024).
Dia mengatakan keputusan atau vonis dari DKPP itu tidak bersifat akumulatif, sehingga perkara pengaduan Ketua KPU itu berbeda dengan perkara pengaduan yang lainnya.
"Putusan itu pun tidak membatalkan pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden," pungkasnya.
Artikel serupa sudah tayang di CNN Indonesia dengan judul "Pakar Buka Suara soal Putusan DKPP dan Pencalonan Gibran".
Laporan: Ariel Subarkah
Editor: Ghazali Rahman