BEM UNISKA Kritik Keras Pemerintah soal Pendidikan di Kalsel

Redaksi - Rabu, 21 Mei 2025 | 19:07 WIB

Post View : 87

Para narasumber memaparkan pandangan kritis soal ketimpangan pendidikan dalam diskusi bertema inklusivitas dan aksesibilitas yang digelar BEM UNISKA. (BANUATERKINI/Humas BEM Uniska/Masruni)

Persoalan pendidikan yang belum kunjung menemukan titik terang di Kalimantan Selatan (Kalsel) kembali menuai kritik tajam. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Muhammad Arsyad Al Banjari menilai pemerintah daerah masih abai terhadap isu inklusivitas dan aksesibilitas pendidikan, khususnya bagi masyarakat di wilayah tertinggal dan anak berkebutuhan khusus.

Banuaterkini.com, BANJARMASIN - Kritik tersebut disuarakan dalam diskusi publik yang digelar BEM UNISKA bertema “Inklusivitas dan Aksesibilitas Pendidikan di Kalimantan Selatan”.

Acara ini menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi, praktisi pendidikan, serta aktivis, namun disayangkan tidak dihadiri oleh pemangku kebijakan.

Baik Wali Kota, Wakil Wali Kota, maupun Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin tidak memberikan konfirmasi kehadiran, meskipun undangan telah dikirimkan dua minggu sebelumnya.

“Sudah kami kirimkan surat permohonan audiensi jauh-jauh hari, tapi hingga acara digelar tidak ada konfirmasi dari pihak pemerintah. Ini memperlihatkan kurangnya perhatian terhadap isu penting seperti pendidikan,” tegas Presiden Mahasiswa UNISKA MAB, Muhammad Anzari, dalam keterangannya, Selasa 921/05/2025).

Dalam diskusi tersebut, Wakil Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNISKA, Herlina Apriani mengungkapkan, bahwa banyak daerah di Kalsel termasuk di Kota Banjarmasin masih mengalami ketertinggalan infrastruktur pendidikan yang signifikan.

Peserta dan narasumber diskusi publik BEM UNISKA berfoto bersama usai acara. (BANUATERKINI/Humas BEM Uniska/Masruni)

“Sebagai akademisi, saya melihat infrastruktur pendidikan di beberapa daerah sangat tidak layak. Guru memang bukan penyedia fasilitas, namun mereka punya peran penting sebagai fasilitator pembelajaran. Di tengah keterbatasan, pengajar harus mampu berinovasi menciptakan media belajar agar materi tetap bisa tersampaikan dengan baik,” jelas Herlina.

Sementara itu, praktisi pendidikan Halwa Hasnia Noor  menyoroti pentingnya penyesuaian fasilitas sekolah terhadap kebutuhan siswa, khususnya mereka yang berkebutuhan khusus.

“Ketika sekolah menerima siswa berkebutuhan khusus namun tidak menyediakan fasilitas yang sesuai, maka pembelajaran tidak akan diterima sepenuhnya. Media pembelajaran yang konkret sangat diperlukan agar siswa bisa memahami materi dengan baik,” ungkap Halwa.

Pandangan kritis juga datang dari aktivis pendidikan, Wira Surya Wibawa. Ia menilai kesenjangan pembangunan antara wilayah kota dan pelosok menjadi penyebab utama ketimpangan akses pendidikan di Kalsel.

Menurutnya, pemerintah harus berani mengambil langkah solutif yang sesuai dengan karakteristik geografis daerah.

“Ada ketimpangan nyata antara kota dan kabupaten dalam hal akses pendidikan. Pemerintah perlu memikirkan solusi seperti koperasi transportasi, subsidi silang, hingga penggunaan moda transportasi sungai atau umum,” ujar Wira.

Ia menambahkan bahwa diskusi publik ini menjadi tekanan moral kepada pemerintah agar lebih tanggap dalam menyusun kebijakan pendidikan yang inklusif, adil, dan merata.

Melalui diskusi ini, BEM UNISKA berharap ada kesadaran kolektif dan tindakan nyata dari para pengambil kebijakan agar sistem pendidikan di Kalsel tidak terus-menerus meninggalkan kelompok yang paling membutuhkan perhatian yaitu mereka yang terpinggirkan oleh sistem.

Laporan: Ahmad Kusairi
Editor: Ghazali Rahman
Copyright @Banuaterkini 2025

Halaman:
Baca Juga :  Pendidikan Seks di Sekolah Dasar, Tabu apa Perlu?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev