Dinamika Pemilihan Rektor UIN Antasari, Menjaga Integritas di Tengah Kontestasi Akademik

Redaksi - Selasa, 5 Agustus 2025 | 17:51 WIB

Post View : 134

ILUSTRASI: Suhu politik kampus dalam proses pemilihan Rektor UIN Antasari semakin meningkat. (BANUATERKINI @2025)

Pemilihan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin tahun ini kembali menjadi perhatian publik. Tidak hanya karena posisinya yang strategis sebagai pemimpin salah satu kampus keagamaan terbesar di Kalimantan Selatan, tetapi juga karena dinamika yang berkembang di balik proses administratif yang tampak tertib dan sistematis.

Banuaterkini.com, BANJARMASIN – Seperti diketahui, berdasarkan pengumuman resmi Panitia Penjaringan Bakal Calon Rektor UIN Antasari, muncul tujuh nama tokoh yang digadang-gadang bakal menjadi pemegang estafet kepemimpinan Prof Mujiburrahman.

Tujuh nama calon rektor resmi diumumkan oleh Panitia Penjaringan pada Selasa, 29 Juli 2025. Mereka adalah:

  1. Prof. Dr. H. Abdul Helim, S.Ag., M.Ag

  2. Prof. Dr. H. Ahmad Khairuddin, M.Ag

  3. Prof. Dr. Ani Cahyadi, S.Ag., M.Pd

  4. Prof. Dr. H. Jalaluddin, M.Hum

  5. Prof. Dr. M. Tahir, S.Ag., M.M

  6. Prof. Dr. Dra. Hj. Nida Mufidah, M.Pd

  7. Prof. Dr. H. Wardani, S.Ag., M.Ag

Isu Prosedural dan Publikasi Akademik

Salah satu nama yang mendapat perhatian publik adalah Prof. Nida Mufidah yang pengukuhannya sebagai guru besar diberitakan berlangsung berdekatan dengan masa verifikasi administratif pencalonan.

Informasi ini sempat menimbulkan perbincangan di internal kampus, terutama mengenai proseduralitas dan waktu pengesahan. 

Seperti dikutip dari Banjarmasin Post (03/08/3035), pihak yang mengatasnamakan “Independen.Moral” mengungkap dugaan salah satu nama calon rektor yang dinyatakan lolos seleksi administrasi sebenarnya belum memenuhi syarat.

Mereka menyoal gelar guru besar salah satu calon tersebut. Mengingat, gelar ini merupakan salah satu syarat mutlak bakal calon rektor.

Dalam pesan tersebut, pihak Independen.Moral menyampaikan, berdasarkan penelusuran melalui situs resmi verifikasi dokumen digital milik Kementerian Kominfo, salah satu calon rektor baru mendapatkan Surat Keputusan (SK) jabatan fungsional profesor pada 27 Juli 2025 pukul 20.30 WIB.

Padahal, batas akhir penyerahan berkas untuk pendaftar internal telah ditetapkan pada pukul 13.00 Wita di hari yang sama.

“Fakta ini mengindikasikan bahwa yang bersangkutan belum memenuhi salah satu syarat pokok administrasi pada saat pendaftaran, yakni melampirkan SK profesor yang telah dilegalisir,” tulis pesan tersebut, seperti dikutip dari Banjarmasin Post. 

Meski begitu, Ketua Panitia Penjaringan, Rijajul Faqih mengonfirmasi bahwa seluruh berkas calon rektor memang telah diserahkan kepada Rektor UIN Antasari pada 31 Juli lalu. 

Proses berikutnya, kata dia, akan ditindaklanjuti melalui rapat senat yang dijadwalkan berlangsung pada 6 Agustus 2025.

“Dokumen calon rektor sesuai jadwal tanggal 31 Juli 2025 sudah kami serahkan kepada rektor, untuk selanjutnya rektor meminta pertimbangan kualitatif kepada Senat Universitas,” kata Rijajul, seperti dikutip dari Banjarmasin Post, Minggu (3/8/2025).

Munculnya surat terbuka dari pihak anonim tersebut cukup mencuri perhatian publik. Namun sampai saat ini belum diketahui siapa pengirim surat tersebut dan sejauh mana validitas isinya.

Latar Belakang Organisasi dan Konstelasi Dukungan

Sebagaimana lazim di banyak perguruan tinggi keagamaan, pemilihan rektor tidak hanya berbasis akademik, tetapi juga mencerminkan keberagaman latar sosial, keorganisasian, dan budaya institusi.

Beberapa calon diketahui memiliki latar belakang dalam organisasi keislaman seperti Nahdlatul Ulama (NU) maupun Muhammadiyah, serta aktif di organisasi kemahasiswaan seperti PMII dan HMI.

Sejumlah pengamat menilai bahwa dukungan informal dari jaringan alumni atau simpatisan organisasi tersebut menjadi bagian dari realitas dalam pemilihan pejabat publik di kampus.

Namun, penting ditekankan bahwa pemilihan tetap mengacu pada mekanisme resmi melalui Senat Universitas dan Kementerian Agama.

Isu Keterlibatan Eksternal dan Persepsi Publik

Di tengah proses seleksi, muncul pula wacana publik mengenai kemungkinan adanya perhatian dari tokoh-tokoh eksternal, baik dari kalangan elite daerah maupun tokoh nasional.

Dalam diskusi-diskusi informal di lingkungan kampus, beberapa nama pejabat publik disebut-sebut memiliki pengaruh atau afiliasi dengan jaringan alumni dari organisasi kemahasiswaan tertentu.

Pemilihan rektor di UIN memang selalu penuh warna. Dalam banyak hal, "pertarungan" ini adalah representasi dari dua kutub besar di lingkup UIN Antasari, yaitu kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, yang sudah sejak lama terjadi.

Jika diperluas ke wilayah kampus, maka dua organisasi kemahasiswaan yang menjadi proksi utamanya adalah PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)

Penelusuran media ini mengindikasikan bahwa dua di antara tujuh nama calon yang lolos tersebut yaitu Prof Nida Mufidah dan Prof Wardani, merepresentasikan kader NU.  

Keduanya juga dinilai sebagai sosok "murni NU", karena tidak terseret dalam konstelasi politik organisasi luar kampus yang terlalu keras. 

Lalu, bagaimana dengan lima calon lainnya? Selain Prof Ahmad Khairuddin yang memang pernah menjabat sebagai Rektor Univeristas Muhammadiyah Banjarmasin, Banuaterkini.com belum mendapatkan informasi valid terkait afiliasi ormas keagamaan calon lainnya.

Meski begitu, hingga kini tidak ada bukti sahih yang menunjukkan terjadinya saling dukung mendukung antara kalangan NU dan Muhammadiyah secara langsung dalam proses pemilihan.

Pemantauan publik terhadap transparansi dan profesionalisme tetap menjadi elemen penting dalam menjaga kepercayaan terhadap institusi.

Transisi Kepemimpinan dan Harapan Ke Depan

Rektor petahana, Prof Mujiburrahman, yang telah memimpin selama dua periode, dikenal sebagai tokoh yang menekankan nilai-nilai akademik, moderatisme keislaman, dan inklusivitas.

Beberapa kalangan di kampus berharap kepemimpinan selanjutnya mampu melanjutkan visi tersebut, meskipun perbedaan pendekatan dan latar belakang tentu menjadi warna tersendiri dalam pemilihan kali ini.

Kepemimpinan Prof Mujiburrahman selama dua periode dinilai berhasil memperkuat representasi kader-kader NU dalam struktur kampus, di tengah keragaman latar belakang yang ada.

Walaupun tidak ada prefernsi khusus dari Prof Mujib, mengenai siapa yang bakal menggantikannya. Tetapi, sumber internal UIN Antasari menilai, kemungkinan besar angin dukungan akan diberikan kepada kader NU.

“Kalau Prof Mujib meninggalkan estafet, logikanya akan diberikan ke kader NU yang menjaga kesinambungan. Nama Prof Nida atau Prof Wardani paling pas jika itu arah yang dimaksud,” ujar salah satu dosen senior di lingkungan UIN Antasari.

Kita tunggu saya, siapa tiga nama dari tujuh calon yang akan diajukan oleh Senat kepada Menteri Agama RI untuk ditetapkan sebagai rektor definitif periode 2025–2029.

Mengawal Proses, Menjaga Integritas

Pemilihan Rektor UIN Antasari Banjarmasin bukan hanya soal siapa yang akan memimpin kampus ke depan, tetapi juga soal bagaimana proses demokrasi dan integritas akademik dijaga dengan baik.

Harapan publik saat ini adalah agar semua pihak, baik internal maupun eksternal, dapat menahan diri, menghormati proses, dan menempatkan kepentingan institusi di atas kepentingan pribadi atau kelompok.

Setiap kandidat memiliki rekam jejak yang layak diapresiasi. Kini, semua mata tertuju pada sidang senat dan keputusan akhir di tangan Menteri Agama.

Siapapun yang terpilih nanti, diharapkan mampu membawa UIN Antasari semakin maju dan berkontribusi bagi pengembangan keilmuan Islam di Indonesia, terlebih bagi publik di Banua.

Laporan: Ahmad Kusairi
Editor: MS Shiddiq
Copyright @Banuaterkini 2025

Halaman:
Baca Juga :  BAZNAS Libatkan Mahasiswa di Pesantren Ramadan, Ini Momen Tak Terlupakannya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev