Laporan: Indra SN l Editor: Ghazali Rahman
Biaya politik yang tinggi selalu menimbulkan celah untuk praktik korupsi. Lemahnya pengaturan dan pengawasan terhadap pembiayaan politik, dana kampanye, serta donasi dari pihak ketiga dinilai menjadi akar permasalahan korupsi di banyak negara. Karena itu dibutuhkan pengawasan ketat dari segala lini dalam upaya memerangi korupsi.
Jakarta, Banuaterkini.com - Pembahasan tersebut mengemuka dalam agenda sesi pertama Konferensi dan Sidang Umum SEAPAC yang bertajuk "Menangani Akar Korupsi Politik di Asia Tenggara: Peran Parlemen dalam Mengatur dan Mengawasi Political Finance", di Jakarta, Senin (27/02/2023).
Diskusi dimoderatori Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana.
Adapun narasumber yang dihadirkan yaitu Prof Adam Graycar (Profesor Kebijakan Publik/Direktur Stretton Institute, University of Adelaide), Dr. Bridget Welsh (Peneliti Kehormatan, University of Nottingham Asia Research Institute Malaysia), Dr Andreas Ufen (Peneliti Senior, German Institute for Globaland Area Studies) serta Lee Chean Chung (Anggota Parlemen Malaysia).
Dikutip Banuaterkini.com dari Parlementaria pada Jumat (03/03/2023), Putu menuturkan, dua tema penting pada konferensi SEAPAC yaitu persoalan politik dan pembiayaan di Indonesia. Dalam pertemuan itu, semua delegasi negara ASEAN menyampaikan pengalamannya memberantas korupsi.
Terungkap juga beberapa negara di Kawasan ASEAN memiliki skor Indeksi Persepsi Korupsi (CPI) yang rendah sehingga menempatkannya dalam deretan Negara Paling Korup.
Adapun negara terkorup nomor satu di Asia Tenggara adalah Myanmar, diikuti Kamboja, Laos, Filipina dan Indonesia.
Sementara Singapura menjadi negara paling minim korupsi di Asia Tenggara, dengan skor IPK 83. Skor ini juga menempatkan Singapura di peringkat ke-5 terbaik global pada 2022.
"Memang targetnya stop korupsi. Tapi pertarungan melawan korupsi ini dalam artian harus terus dilakukan, karena terjadi di segala bidang. Dan di politik sangat rentan," jelas Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat DPR tersebut.
Lebih lanjut, Putu Supadma menyampaikan korupsi merupakan ancaman serius dalam pembangunan berkelanjutan, termasuk dalam akselerasi ekonomi hijau.
Putu menilai tidak ada rumusan yang baku dalam memberantas korupsi. Ia berharap, melalui konferensi internasional ini menghasilkan diskusi yang bermanfaat untuk memperkuat sistem legislasi anti korupsi, agar dapat menjawab tantangan-tantangan politik di masa kini dan mendatang.
"Kalau kita berbicara parlemen lawan korupsi, maka berbicara bagaimana kita bertindak bersama. Mungkin hasilnya dalam waktu pendek agak sulit, tetapi kita bisa belajar dari negara negara yang sudah berhasil seperti Singapura. Nah, forum-forum seperti ini yang bisa kita lakukan untuk saling berbagi. Karena jika korupsi terus terjadi, maka akan merugikan demokrasi kita," pungkas Putu Supadma. (ann/aha)