Insentif Pajak Penghasilan Buruh, Segera Manfaatkan Kesempatan Ini

Redaksi - Senin, 29 September 2025 | 21:45 WIB

Post View : 14

ILUSTRASI: Buruh pabrik tekstil bekerja dengan semangat, kini menikmati gaji penuh berkat insentif pajak. (BANUATERKINI @2025)

Pemerintah kembali menggulirkan kebijakan yang berpihak pada buruh dan karyawan berpenghasilan menengah ke bawah. Insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) hadir sebagai bentuk keringanan yang langsung dirasakan di kantong pekerja. Artikel yang ditulis Angga Burhani Fajar*) ini mengulas aturan, cara memanfaatkan, hingga contoh nyata agar pembaca mudah memahami. 

Apa Itu Insentif Pajak Penghasilan Buruh?

Istilah “pemutihan pajak” sering kali membuat masyarakat berpikir tentang penghapusan denda atau potongan kewajiban pajak tertentu.

Dalam praktik perpajakan, pemutihan memang identik dengan keringanan yang diberikan oleh pemerintah untuk meringankan beban wajib pajak.

Namun, dalam konteks terbaru ini, pemutihan justru dimaknai lebih spesifik sebagai bentuk insentif pajak penghasilan bagi kalangan buruh dan karyawan.

Pajak penghasilan sendiri merupakan pungutan yang dikenakan kepada setiap individu atau badan atas penghasilan yang diperoleh dalam satu periode tertentu.

Bagi karyawan, pajak ini biasanya dipotong langsung oleh perusahaan melalui mekanisme PPh Pasal 21 sebelum gaji mereka dibayarkan. Artinya, tanpa adanya insentif, gaji yang diterima pekerja selalu lebih kecil dari jumlah penghasilan sebenarnya.

Melalui kebijakan baru pemerintah, beban pajak tersebut kini ditanggung sepenuhnya oleh negara.

Skema ini dikenal dengan nama PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP). Dengan skema ini, karyawan tidak perlu lagi melihat gajinya terpotong untuk pajak, sehingga mereka bisa menikmati penghasilan penuh tanpa ada pengurangan sepeser pun.

Kebijakan ini lahir sebagai jawaban atas kebutuhan mendesak untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama kelompok buruh yang rentan secara ekonomi.

Di tengah meningkatnya biaya hidup dan tekanan ekonomi global, insentif pajak berperan sebagai bantalan agar penghasilan pekerja tetap utuh.

Tujuannya jelas, untuk meringankan beban sekaligus memberi ruang lebih besar bagi buruh untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan peran penting sektor padat karya sebagai tulang punggung industri nasional.

Sektor ini menyerap jutaan tenaga kerja, mulai dari industri tekstil, alas kaki, pakaian jadi, furnitur, hingga kulit dan produk turunannya.

Memberikan insentif pajak di sektor ini berarti menjaga stabilitas ekonomi sekaligus melindungi kesejahteraan pekerja dalam jumlah besar.

Kebijakan ini kemudian diformalkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025, yang mengatur pelaksanaan insentif sepanjang tahun 2025.

Dengan adanya dasar hukum yang jelas, perusahaan memiliki kepastian dalam menerapkan kebijakan, sementara pekerja mendapat jaminan bahwa penghasilan mereka benar-benar terlindungi.

Inilah salah satu bentuk nyata peran negara hadir di tengah masyarakat, khususnya bagi kalangan buruh.

Perluasan Insentif ke Sektor Horeka

Kebijakan insentif pajak tidak hanya berhenti di sektor padat karya. Pemerintah menyadari bahwa tekanan ekonomi juga dirasakan oleh pekerja di sektor jasa, terutama mereka yang bergantung pada perhotelan, restoran, dan kafe.

Oleh karena itu, sejak Oktober 2025, cakupan insentif resmi diperluas untuk mencakup sektor horeka.

Perluasan ini menandai langkah serius pemerintah dalam memastikan kebijakan tidak hanya menyentuh industri manufaktur, tetapi juga sektor layanan yang menjadi salah satu penopang perekonomian nasional.

Horeka merupakan sektor padat karya yang melibatkan banyak tenaga kerja dengan upah rata-rata menengah ke bawah. Dengan masuknya sektor ini, jangkauan penerima manfaat menjadi jauh lebih luas. 

Untuk mendukung kebijakan tersebut, pemerintah menyiapkan anggaran Rp120 miliar pada tahun 2025. 

Anggaran ini dialokasikan khusus untuk menanggung Pajak Penghasilan Pasal 21 pekerja horeka agar mereka bisa menerima gaji penuh tanpa potongan pajak.

Besarnya dana ini menunjukkan adanya komitmen nyata dari negara dalam melindungi kelompok pekerja yang rentan.

Menariknya, pemerintah tidak hanya berhenti pada alokasi anggaran tahun berjalan. Program ini juga sudah diproyeksikan berlanjut ke tahun 2026 dengan anggaran yang lebih besar, mencapai Rp480 miliar.

Proyeksi ini memberikan kepastian bagi pekerja bahwa insentif bukan sekadar kebijakan sesaat, melainkan bagian dari strategi berkelanjutan.

Dengan adanya insentif ini, pekerja di sektor horeka memiliki kesempatan untuk mempertahankan penghasilan mereka secara utuh.

Di tengah kondisi ekonomi global yang masih bergejolak, tambahan pendapatan ini menjadi penopang penting agar buruh mampu memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, mulai dari pangan hingga biaya pendidikan keluarga.

Lebih jauh lagi, daya beli masyarakat yang terjaga akan mendorong aktivitas ekonomi secara menyeluruh.

Karyawan yang menerima gaji penuh akan lebih leluasa membelanjakan penghasilannya, sehingga roda perekonomian bergerak lebih cepat.

Inilah salah satu dampak positif dari kebijakan insentif pajak: memberi manfaat langsung kepada buruh sekaligus menumbuhkan kembali denyut ekonomi nasional.

Bagaimana Cara Mendapatkan Insentif?

Bagi perusahaan yang masuk dalam kategori penerima fasilitas insentif pajak, ada sejumlah prosedur yang wajib dijalankan. Prosedur ini penting agar pemberian insentif berlangsung transparan dan sesuai ketentuan hukum.

Langkah pertama, meskipun tidak ada pemotongan pajak dari gaji karyawan, perusahaan tetap diwajibkan membuat bukti potong PPh 21.

Dokumen ini menjadi catatan resmi yang kelak dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Tanpa adanya bukti potong, perusahaan dianggap tidak memenuhi kewajiban administratif.

Langkah berikutnya adalah memastikan bahwa gaji karyawan dibayarkan secara penuh, termasuk bagian yang seharusnya dipotong pajak.

Dengan mekanisme ini, karyawan merasakan langsung manfaat insentif berupa tambahan penghasilan setara dengan jumlah pajak yang biasanya dikurangi dari gaji bulanan.

Tidak berhenti di situ, perusahaan juga tetap harus menyampaikan laporan melalui SPT Masa PPh 21.

Laporan ini berlaku untuk periode Januari hingga Desember 2025, sehingga seluruh transaksi dan pemberian insentif tercatat resmi dalam administrasi pajak negara.

Rangkaian prosedur ini dirancang agar manfaat insentif benar-benar sampai kepada buruh, sekaligus memastikan perusahaan tetap patuh terhadap aturan perpajakan. Dengan begitu, insentif dapat berjalan lancar tanpa menimbulkan persoalan di kemudian hari.

Bagaimana Jika Perusahaan Baru Mengetahui Aturan Ini?

Dalam praktiknya, tidak semua perusahaan mengetahui kebijakan insentif pajak sejak awal diberlakukan. Beberapa perusahaan mungkin baru mendapatkan informasi pada pertengahan tahun berjalan.

Menyadari hal ini, pemerintah memberikan kelonggaran agar perusahaan tetap bisa memanfaatkan fasilitas yang ada.

Sebagai contoh, apabila perusahaan baru mengetahui aturan tersebut pada bulan September 2025, mereka tetap memiliki kesempatan untuk menyesuaikan laporan.

Caranya adalah dengan melakukan pembetulan SPT Masa PPh 21 sejak periode Januari 2025. Mekanisme pembetulan ini sah menurut aturan dan diakui oleh otoritas pajak.

Biasanya, hasil pembetulan tersebut akan menghasilkan status “lebih bayar”. Artinya, terdapat kelebihan setoran pajak karena sebelumnya perusahaan telah memotong pajak dari gaji karyawan yang seharusnya ditanggung pemerintah.

Kelebihan ini tidak hilang begitu saja, melainkan bisa dipindahkan ke periode pajak berikutnya.

Lebih jauh, perusahaan diberi waktu hingga 31 Januari 2026 untuk melakukan proses pelaporan maupun pembetulan. Rentang waktu yang cukup panjang ini dimaksudkan agar perusahaan tidak terburu-buru dan bisa menyiapkan dokumen secara rapi.

Dengan adanya fleksibilitas ini, pemerintah menunjukkan komitmen untuk memberikan manfaat seluas-luasnya kepada buruh, tanpa membuat perusahaan merasa terhambat secara administratif.

Pada akhirnya, tujuan kebijakan insentif tetap tercapai: meringankan beban pekerja sekaligus mendukung kelancaran aktivitas ekonomi.

Syarat Karyawan yang Bisa Mendapat Insentif

Insentif ini tidak otomatis berlaku bagi semua karyawan. Ada kriteria yang harus dipenuhi, di antaranya:

  • Memiliki NPWP atau NIK yang terintegrasi dengan sistem DJP Coretax.

  • Penghasilan tetap tidak lebih dari Rp10 juta per bulan.

  • Untuk pekerja tidak tetap, rata-rata penghasilan harian maksimal Rp500.000.

Artinya, seorang karyawan yang di awal kontrak ditetapkan menerima gaji Rp10 juta atau kurang tetap berhak, meskipun gajinya naik di bulan berikutnya.

Sebaliknya, jika sejak awal gaji ditetapkan di atas Rp10 juta, maka ia tidak berhak, walaupun kemudian mengalami penurunan gaji. 

Contoh Kasus Nyata

Agar lebih mudah dipahami, berikut beberapa ilustrasi nyata dari penerapan insentif PPh 21 DTP:

  1. Andreas, buruh pabrik tekstil dengan gaji Rp8 juta per bulan → berhak mendapat insentif penuh selama 2025.

  2. Bambang, karyawan pabrik sepatu bergaji Rp10 juta ditambah bonus → tetap berhak karena gaji pokoknya tidak lebih dari Rp10 juta.

  3. Charles, pegawai pabrik tas kulit bergaji Rp11 juta, lalu turun jadi Rp9,5 juta → tidak berhak karena sejak awal gaji ditetapkan di atas Rp10 juta.

  4. Dodi, pekerja furnitur harian dengan bayaran Rp5 juta untuk 10 hari → berhak karena rata-rata penghasilannya tidak melebihi Rp500.000 per hari.

Kasus-kasus ini memperjelas bahwa aturan insentif pajak memiliki dasar yang objektif dan tidak bisa ditafsirkan sembarangan. 

Manfaat Ekonomi Lebih Luas

Kebijakan ini tidak hanya meringankan beban buruh, tetapi juga memberi efek domino bagi perekonomian.

Ketika pekerja menerima gaji utuh, daya beli mereka meningkat. Peningkatan konsumsi ini pada akhirnya berkontribusi mendorong roda ekonomi nasional.

Di sisi lain, perusahaan juga terbantu karena pekerja lebih termotivasi. Insentif pajak menjadi bentuk win-win solution, di mana pekerja, pengusaha, dan negara sama-sama merasakan manfaat. 

Untuk diketahui, insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah adalah salah satu langkah nyata untuk menjaga kesejahteraan buruh di tengah tantangan ekonomi.

Kebijakan ini tidak hanya memberi keuntungan langsung bagi karyawan, tetapi juga menjadi stimulus penting untuk perekonomian secara keseluruhan.

Bagi buruh maupun perusahaan, inilah saatnya memanfaatkan kesempatan sebelum waktunya berakhir. Jangan sampai hak ini terlewat hanya  karena kurang informasi.

*) Angga Burhani Fajar, adalah Penyuluh Pajak di Direktorat Jenderal Pajak

Halaman:
Baca Juga :  Jelang Lebaran, Sejumlah Komoditas Pangan di Banjar Alami Kenaikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev