Laporan: Misbad l Editor: DR MDQ
Peristiwa robohnya bangunan ikon Kampung Ketupat di kawasan Sungai Baru, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin menyisakan sejuta tanya. Mengapa bangunan yang dibiayai dengan anggaran mencapai Rp6 miliar dan dianggap sebagai ciri khas sebagai sentra penghasil ketupat di Kota Banjarmasin bisa roboh diterjang angin? Ini pendapat pakar arsitektur dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
Banjarmasin, Banuaterkini.com - Menurut Pakar Arsitek ULM, Akbar Rahman, peristiwa robohnya ikon Kampung Ketupat di Sungai Baru semestinya tidak terjadi. Sebab, sangat mungkin saat menyusun perencanaan desain bangunan itu, arsitek kurang mempertimbangan risiko angin puting beliung di lintasan sepanjang Sungai Martapura, termasuk di lokasi bangunan.
"Berkaca pada struktur atap tenda menara pandang yang beberapa tahun lalu yang juga pernah diterjang angin.
Ini membuktikan bahwa area sungai martapura memang beresiko tinggi terhadap angin puting," kata Dosen Fakultas Teknik ULM Banjarmasin itu saat Banuaterkini.com meminta tanggapannya terkait robohnya ikon kampung ketupat, Sabtu (11/19/2022).
Seperti diketahui, bangunan ikon Kampung Ketupat yang dikenal sebagai sentra produksi ketupat di wilayah Kota Banjarmasin itu roboh saat diterjang angin kencang yang disertai hujan deras pada Kamis (17/11/2022) sore .
Akbar menuturkan, bahwa pada prinsifnya arsitektur hijau tidak sepenuhnya bisa diterapkan pada bangunan seperti yang roboh itu, sebab penggunaan material bangunan kurang memanfaatkan bahan lokal sehingga tidak akan maksimal.
"Bambu yang digunakan sebagian berasal dari jogja, dan itu menjadi salah satu kebanggaan perencana. Tentu ini salah kaprah, karena arsitektur hijau itu harus memaksimalkan bahan lokal agar proses pembangunan lebih murah, ditambah pada proses pelaksanaan menggunakan tenaga kerja lokal. Selain itu rancangan wajib ramah lingkungan," ujar Akbar.
Robohnya bangunan, kata Ketua Arsitek Peduli Banua ini, menunjukkan bahwa desain arsitektural itu tidak tanggap terhadap kondisi lingkungan. Tepian sungai memiliki resiko angin yang cukup tinggi, dan itu tidak diperhitungkan secara matang. Buktinya pernah terjadi hal serupa di struktur bangunan tenda menara pandang, imbuhnya.
Akbar juga menduga, ada beberapa hal yang diduga kurang diperhatikan oleh perencana saat membuat desain yang menyebabkan robohnya sculpture ketupat, yaitu proporsi bentuk yang tidak seimbang dan adanya rongga yang bisa menangkap angin.