Liburan Maut di Gili, Misteri Kematian Brigadir Nurhadi

Redaksi - Kamis, 10 Juli 2025 | 09:55 WIB

Post View : 1

Brigadir Nurhadi dan keluarga. (BANUATERKINI/ntbsatu.com/Istimewa)

Sebuah liburan yang seharusnya menyenangkan berubah menjadi tragedi berdarah. Brigadir Muhammad Nurhadi, anggota Bidang Propam Polda NTB, ditemukan tewas di kolam renang Villa Tekek, The Beach House Resort, Gili Trawangan, Lombok Utara, pada Rabu, (16/04/2025) malam lalu.

Banuaterkini.com, LOMBOK - Di balik kematian misteriusnya, muncul dugaan kuat soal kekerasan, penyalahgunaan narkoba, dan praktik menyimpang dalam tubuh institusi hukum.

Polda NTB telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini: Kompol I Made Yogi Purusa Utama alias Kompol Yogi, Ipda Haris Chandra, serta Misri Puspita Sari, seorang perempuan muda berusia 24 tahun asal Banjarmasin.

Liburan Bernoda, Kronologi Mencekam

Perjalanan kelam itu dimulai dari ajakan liburan via media sosial oleh Kompol Yogi kepada Misri.

Perempuan muda tersebut dijanjikan uang sebesar Rp10 juta untuk menemani liburan ke Gili.

Ia tiba di Lombok pada 16 April dan dijemput langsung oleh Brigadir Nurhadi. Mereka bergabung dengan dua perwira polisi lainnya, lalu berpesta di dua hotel berbeda.

Sore hari, kelima orang itu berkumpul di Villa Tekek. Menurut keterangan saksi, mereka mengonsumsi narkoba jenis ekstasi (inex), obat penenang Riklona, serta minuman keras jenis tequila.

Situasi mulai tidak terkendali. Misri bahkan sempat merekam Brigadir Nurhadi di kolam karena “terlihat lucu”.

Beberapa jam kemudian, tubuh sang brigadir ditemukan tergeletak tak bernyawa di dasar kolam.

Otopsi Bongkar Fakta Mengejutkan

Awalnya, kematian Nurhadi disebut akibat tenggelam.

Namun hasil otopsi membuka tabir baru, yaitu ada tanda-tanda kekerasan ditemukan di wajah, leher, tengkuk, hingga lutut korban.

Bahkan, lidah dan kepala Nurhadi menunjukkan luka-luka, menguatkan dugaan ia sempat dianiaya sebelum meninggal.

Otopsi dilakukan melalui ekshumasi pada 1 Mei 2025, dua minggu setelah pemakaman.

Fakta ini menimbulkan banyak pertanyaan: apakah benar Nurhadi hanya “tenggelam”? Ataukah ada kekerasan sistemik yang ditutupi?

Penegakan Hukum yang Dipertanyakan

Misri resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Tap Nomor S.Tap/115/V/RES.1.6/2025/Ditreskrimum.

Namun, pengacara dari Aliansi Reformasi Polri menilai ada banyak kejanggalan dalam proses hukum terhadap kliennya.

"Misri adalah warga sipil, bukan anggota kepolisian. Ia bukan pelaku kekerasan, berada dalam kondisi tidak sadar akibat pengaruh obat, dan bahkan mengalami trauma berat," kata Yan Mangandar Putra, penasihat hukum Misri, dikutip dari Lombok Post.

Aliansi juga mempertanyakan mengapa jenazah korban dibawa ke RS Bhayangkara tanpa prosedur resmi oleh Ipda Haris, serta tidak dilakukan visum luar saat itu.

Keluarga korban pun awalnya mengira Nurhadi meninggal wajar dan langsung memakamkannya.

Jerat Narkoba dan Skandal Internal Polri

Dalam pemeriksaan, terungkap bahwa ekstasi berasal dari Kompol Yogi, sementara Riklona dibeli oleh Misri atas permintaan Yogi dengan uang transfer Rp2 juta.

Alkohol diminum secara bebas oleh beberapa orang. Namun ketiganya—Misri, Kompol Yogi, dan Ipda Haris, mengaku tak tahu secara pasti bagaimana Nurhadi meninggal.

Fakta ini mencuatkan dugaan serius, apakah pesta narkoba menjadi tameng atas praktik kekerasan atau pembunuhan yang lebih terencana? Terlebih, dua tersangka adalah perwira aktif di institusi kepolisian.

Skandal ini pun berbuntut panjang, karena Kompol Yogi dan Ipda Haris resmi diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH), dan Sekolah Perwira Kompol Yogi juga dibatalkan.

Potret Buram Relasi Kekuasaan dan Keadilan

Kasus ini menyibak sisi gelap di balik seragam institusi penegak hukum.

Di satu sisi, ada kematian anggota kepolisian dengan indikasi kekerasan dan penyalahgunaan narkotika.

Di sisi lain, warga sipil perempuan dijadikan tersangka dalam situasi penuh tekanan, trauma, dan ketidakseimbangan kekuasaan.

Aliansi Reformasi Polri menuntut agar penyidikan dilakukan objektif, transparan, dan menjunjung tinggi hak asasi, terutama bagi pihak sipil yang rawan menjadi korban sistem peradilan yang timpang.

Hingga kini, publik menanti, apakah kasus ini akan terungkap sepenuhnya? Atau justru menjadi satu lagi catatan kelam penegakan hukum di Indonesia?

Laporan: Ariel Subarkah
Editor: Ghazali Rahman
Copyright @Banuaterkini 2025

Halaman:
Baca Juga :  KY Umumkan Polisi Aktif Lolos Seleksi Hakim Ad Hoc HAM di MA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev