Ombudsman Bongkar Diskriminasi Layanan Publik, Ada Potensi Jerat Hukum

Redaksi - Sabtu, 14 Juni 2025 | 17:00 WIB

Post View : 6

Suasana diskusi Diseminasi RGA, saat pemaparan hasil kajian hukum dan rekomendasi perlindungan hak sipil oleh tim peneliti Pusham ULM. (BANUATERKINI/Humas Ombudsman Kalsel)

Ombudsman Republik Indonesia bersama Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menggelar kegiatan Diseminasi Regional Gap Analysis (RGA) mengenai perlindungan ruang sipil, yang berlangsung di Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan.

Banuaterkini.com, BANJARMASIN - Forum ini menyoroti berbagai hambatan terhadap hak sipil masyarakat, termasuk potensi maladministrasi dan diskriminasi dalam layanan publik yang bisa berujung pada pelanggaran hukum administratif bahkan pidana.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan, Hadi Rahman, menegaskan bahwa ruang sipil harus dipahami sebagai bagian dari pelayanan publik yang wajib dipenuhi negara.

“Setiap bentuk pembatasan ruang publik yang tidak berdasarkan hukum dapat berpotensi melanggar asas pelayanan publik, termasuk diskriminasi dalam pelayanan administrasi, perpajakan, perizinan, dan hak sosial lainnya,” tegas Hadi, Kamis (12/06/2025).

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa Ombudsman memiliki mandat untuk memastikan masyarakat menerima layanan yang adil, transparan, dan bebas dari perlakuan diskriminatif.

Peserta forum Diseminasi RGA di Banjarmasin berfoto bersama usai membahas perlindungan ruang sipil dan reformasi layanan publik. (BANUATERKINI/Humas Ombudsman Kalsel)

Dalam konteks perpajakan, perlakuan berbeda terhadap wajib pajak berdasarkan latar belakang sosial atau aktivitas sipil mereka, merupakan bentuk diskriminasi administratif yang dapat dikenai tindakan korektif atau rekomendasi hukum dari Ombudsman.

Sementara itu, Prof. Mirza Satria Buana, Kepala Pusham ULM, yang memimpin tim riset sosio-legal kegiatan ini, menjelaskan bahwa kajian dilakukan melalui FGD dan wawancara mendalam dengan berbagai pemangku kepentingan.

Temuan utamanya menyoroti berbagai kendala yang dihadapi masyarakat sipil di Banjarmasin, termasuk keterbatasan dalam kebebasan beragama, akses ruang publik, kebebasan digital, dan kriminalisasi aktivis lingkungan.

Sebagai bentuk tindak lanjut, forum ini merumuskan sejumlah rekomendasi konkret:

Pertama, penting dilakukan kajian hukum secara menyeluruh terhadap berbagai regulasi dan praktik yang secara tidak langsung membatasi ruang publik.

Hal ini termasuk ketentuan administratif yang multitafsir dan berpotensi digunakan untuk membatasi kegiatan masyarakat, baik dalam bentuk unjuk rasa, diskusi publik, maupun aktivitas keagamaan.

Kedua, penguatan peran Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) menjadi strategi krusial dalam menjembatani antara masyarakat dan institusi negara.

OMS perlu didorong untuk lebih aktif melakukan pemantauan kebijakan, advokasi, serta memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang mengalami ketidakadilan layanan.

Ketiga, pembentukan forum dialog publik lintas sektor menjadi kebutuhan mendesak untuk memastikan keterlibatan semua pihak, mulai dari pemerintah daerah, aparat hukum, akademisi, hingga masyarakat sipil, dalam merumuskan kebijakan yang inklusif dan menghormati hak sipil.

Keempat, forum ini juga merekomendasikan penerapan prinsip Restorative Justice dalam penyelesaian konflik sosial yang selama ini kerap berujung pada kriminalisasi.

Pendekatan ini dinilai lebih adil karena mendorong penyelesaian berbasis dialog dan pemulihan, alih-alih penghukuman semata.

Kelima, perlunya sosialisasi yang lebih luas terkait aspek pidana dalam pelayanan publik, khususnya di bidang perpajakan, administrasi usaha, dan ketenagakerjaan.

Masyarakat dan pelaku usaha perlu diberikan pemahaman bahwa pelanggaran administratif bisa berimplikasi hukum, termasuk apabila terjadi ketidaksesuaian pelayanan dari pihak penyelenggara negara.

Forum juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap hak-hak pekerja dan buruh, yang kerap kali terabaikan.

Peran serikat pekerja sangat vital dalam memberikan pendampingan hukum dan edukasi, termasuk dalam memahami hak perpajakan dan jaminan sosial anggotanya.

Melalui diseminasi ini, Ombudsman RI berharap agar hasil kajian dan rekomendasi tersebut bisa dijadikan referensi dalam reformasi kebijakan pelayanan publik, baik di level pemerintah daerah maupun instansi vertikal.

Harapannya, ke depan, ruang sipil di Banjarmasin dan Kalimantan Selatan semakin terbuka, terlindungi secara hukum, dan menjadi cerminan pelayanan publik yang adil dan setara.

Laporan: Ahmad Kusairi
Editor: Ghazali Rahman
Copyright @Banuaterkini 2025

Halaman:
Baca Juga :  Bupati Sayed Jafar Serahkan SK dan Lantik 45 PPPK Tenaga Teknis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev