
Sebagai bagian dari Survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Tahun 2025, Dewan Pers melalui tim peneliti wilayah Kalimantan Selatan menggelar mini Focus Group Discussion di Banjarmasin. Pertemuan ini menjadi ruang klarifikasi bagi informan ahli untuk meninjau isu aktual kebebasan pers di Banua.
Banuaterkini.com, BANJARMASIN — Enam informan ahli Dewan Pers di Kalimantan Selatan mengikuti mini Focus Group Discussion (FGD) di Banjarmasin, Kamis (31/10/2025).
Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian pelaksanaan Survei IKP 2025 untuk memetakan kondisi nyata kebebasan pers di daerah.
Para informan yang hadir berasal dari berbagai latar belakang: aparat kepolisian, organisasi profesi, lembaga penyiaran, perusahaan pers, dan lembaga advokasi perempuan.
Mereka adalah Kabid Humas Polda Kalsel, Kombes Pol Adam Erwindi, Ketua PWI Kalsel, Zainal Helmie, Komisioner KPID Kalsel, Nanik Hayati, Ketua SMSI Kalsel, Anang Fadhilah, perwakilan perusahaan media, Munawar Khalil dari pojokindonesia.com, serta aktivis perempuan dari LKBHuWK Kalsel, Lena Hanifah {Ph.D.
Diskusi dipandu oleh Peneliti Dewan Pers Wilayah Kalsel, MS Shiddiq, untuk menyamakan persepsi terhadap butir-butir kuesioner Dewan Pers, terutama pada indikator politik, hukum, dan ekonomi.
Isu yang paling banyak dibahas adalah kasus kekerasan terhadap jurnalis perempuan Juwita yang terjadi di Banjarbaru pada akhir Desember 2024.
Ketua PWI Kalsel menilai kasus tersebut tidak termasuk pelanggaran terhadap kebebasan pers, melainkan isu sosial dan gender.
“Kita perlu melihat ini sebagai persoalan perlindungan jurnalis perempuan, bukan intervensi terhadap kerja jurnalistik,” ucapnya.
Aktivis perempuan Lena Hanifah mengingatkan bahwa indikator survei sebaiknya memberi ruang bagi pengukuran gender-based violence terhadap jurnalis, karena bentuk ancaman yang dihadapi seringkali berbeda dari rekan laki-laki.
Selain itu, para peserta juga membahas kasus pelarangan wartawan saat peluncuran Pilkada di Hulu Sungai Tengah (HST).
“Hasil klarifikasi menunjukkan pelarangan itu bukan keputusan KPU, tapi kesalahan panitia acara yang belum memahami tugas jurnalistik,” jelas Zainal Helmie.
Komisioner KPID Kalsel Nanik Hayati menilai insiden ini menunjukkan pentingnya literasi kebebasan pers di kalangan penyelenggara kegiatan publik.
Ketua SMSI Kalsel Anang Fadhilah menambahkan, media lokal juga menghadapi tantangan ekonomi yang besar akibat ketergantungan pada kontrak publikasi pemerintah daerah.
“IKP juga perlu menilai aspek ekonomi ini karena bisa memengaruhi independensi media,” ujarnya.
Sebagai penutup, Dr. M.S. Shiddiq menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari tahapan resmi survei nasional yang akan berlanjut dengan wawancara dan pengolahan data hasil kuesioner hingga pertengahan November 2025.
“Kami berharap FGD ini memperkaya konteks lokal agar hasil IKP Kalsel benar-benar mewakili kenyataan di lapangan,” pungkasnya
 
					 
					 
					 
					 
					 
					 
					 
					 
					