Presiden Prabowo Subianto dikabarkan tengah mempertimbangkan reshuffle besar-besaran dalam Kabinet Merah Putih. Isu ini mencuat di tengah tekanan politik dari partai pendukung dan kritik publik terhadap performa sejumlah menteri yang dinilai belum optimal.
Oleh: MS Shiddiq Elbanjary*
Mengutip laporan The Straits Times, Kamis (10/04/2025), sumber di lingkaran dalam Presiden Prabowo menyarankan pergantian terhadap elemen-elemen kabinet yang dianggap lemah. Pertanyaannya, siapa yang bakap digeser?
Tujuannya adalah mempercepat realisasi janji kampanye dan memperkuat efektivitas pemerintahan dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi nasional.
Salah satu nama yang disebut-sebut berada dalam radar reshuffle adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia dinilai gagal membangun sinergi kebijakan dengan para menteri di bawah koordinasinya.
Ketidakharmonisan tersebut ditengarai menghambat laju kebijakan ekonomi nasional di tengah kondisi pelemahan ekonomi, penurunan konsumsi domestik, hingga turunnya indeks saham.
"Tak ada kerja sama tim yang baik antara Airlangga dan para menteri yang diawasinya," ujar salah satu sumber kepada The Straits Times.
Meski begitu, Airlangga disebut akan tetap mendapat posisi strategis lain, kemungkinan di sektor diplomasi.
Selain Airlangga, beberapa nama lain mulai ramai disebut dalam spekulasi reshuffle kabinet.
Kritik tajam dari publik, pengamat, hingga pemberitaan media digital turut menyeret sejumlah menteri dan kepala lembaga yang dinilai belum menunjukkan performa optimal.
1. Widiyanti Putri Wardhana – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Widiyanti dinilai belum mampu mendorong kebangkitan sektor pariwisata pasca-pandemi secara signifikan.
Kritik datang dari pelaku industri yang menilai strategi promosi internasional masih lemah dan cenderung seremonial, tanpa terobosan substansial yang mendongkrak daya saing destinasi Indonesia.
Belakangan ini juga disorot publik usai kedapatan terbata-bata dan gugup saat berbicara di depan umum. Terlebih ketika menggunakan bahasa Inggris.
2. Dadan Hindayana – Kepala Badan Gizi Nasional
Dadan sempat menjadi sorotan publik usai melontarkan komentar terkait isu PSSI yang tidak berkaitan dengan tugas dan fungsinya.
Banyak pihak menilai pernyataan itu menunjukkan kurangnya fokus terhadap isu gizi nasional dan target percepatan penurunan stunting yang menjadi prioritas pemerintahan.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) ini juga sempat memicu polemik ketika menyatakan bahwa "stunting tidak terlalu berbahaya asal tetap bahagia."
Pernyataan ini dikritik oleh banyak pakar gizi karena dianggap meremehkan kondisi stunting yang berdampak serius pada perkembangan otak dan produktivitas anak di masa depan.
3. Raja Juli Antoni – Menteri Kehutanan
Politikus PSI ini menuai kritik setelah memasukkan 11 kader PSI ke dalam struktur Kementerian Kehutanan yang ia pimpin.
Langkah tersebut dianggap bertolak belakang dengan komitmen efisiensi anggaran dan meritokrasi, terlebih PSI merupakan partai non-parlemen setelah gagal melampaui ambang batas parlemen dalam Pemilu 2024.
4. Yandri Susanto – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Kinerja Yandri dinilai belum menampakkan lompatan signifikan, terutama dalam pengembangan potensi desa dan pemberdayaan daerah tertinggal. Ia termasuk dalam jajaran menteri yang kerap disebut "kabinet senyap" karena minimnya ekspos dan capaian yang menonjol.
5. Budi Arie Setiadi – Menteri Koperasi dan UKM
Budi Arie juga menuai kritik karena belum menghadirkan kebijakan nyata yang mampu memperkuat pelaku UMKM di tengah tekanan ekonomi.
Publik menilai program-programnya belum menyentuh akar permasalahan utama yang dihadapi koperasi dan sektor informal.
Meski alasan resmi reshuffle adalah kinerja, dinamika politik tetap memainkan peran penting.
Dari dalam Partai Gerindra sendiri, muncul desakan agar kader partai mendapat porsi lebih besar dalam kabinet.
Pengamat komunikasi politik Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, menilai kemungkinan besar reshuffle juga akan menjadi sarana konsolidasi politik internal.
"Kalau Airlangga mundur, itu lebih karena pertimbangan politik daripada murni soal kinerja," ujarnya, dikutip dari katadata.co.id
Survei terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) juga menunjukkan hanya sekitar 38 persen responden yang puas terhadap kinerja mayoritas anggota kabinet.
Dari 34 menteri, hanya segelintir yang mendapat tingkat kepuasan di atas 50 persen. Angka ini memperkuat argumen bahwa reshuffle mendesak dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Pertanyaan besar yang kini muncul: apakah Presiden Prabowo akan lebih memilih teknokrat yang memiliki rekam jejak profesional ataukah menjadikan reshuffle sebagai ajang kompromi politik untuk mengakomodasi kepentingan partai pendukung?
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Istana. Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi, maupun Juru Bicara Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto, belum memberikan komentar atas kabar yang beredar.
Jika reshuffle benar-benar dilakukan dalam waktu dekat, publik berharap langkah ini bukan sekadar bongkar pasang nama, tetapi benar-benar menjadi koreksi arah pemerintahan dan dorongan untuk meningkatkan efektivitas kerja Kabinet Merah Putih.
*Pemimpin Redaksi