Mulai Juli 2022, kebijakan kelas rawat inap standar (KRIS) mulai diterapkan. Sumber: republika (foto: pajak).
Editor: Ghazali Rahman/M/DQ
Kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) bagi semua peserta BPJS Kesehatan mulai diuji coba pada Juli 2022 Jakarta. Apakah kehadiran kebijakan baru ini bakal mengubah besaran iuran peserta?
Jakarta, Banuaterkini.com - Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengaku belum bisa memastikan apakah besaran iuran berubah atau tidak. Sebab, pemerintah masih menghitung besaran iuran yang tepat.
"Kementerian dan lembaga terkait masih melakukan perhitungan sesuai dengan standar aktuaria jaminan sosial yang lazim berlaku, kemampuan masyarakat membayar iuran, dan memperhatikan keberlangsungan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan," kata Muttaqien seperti dikutip Republika.co.id, Minggu (26/06/22).
Karena itu, ujarnya, saat ini masih berlaku besaran iuran lama. "Besaran iuran masih sesuai dengan Perpres 64 Tahun 2020 yang berlaku sekarang ini," katanya.
Terkait KRIS itu sendiri, Muttaqien menjelaskan bahwa kebijakan ini menghapus jenjang kelas rawat inap. Artinya, tak ada lagi ruang rawat inap kelas 1, 2, dan 3 seperti sekarang. Semua peserta BPJS Kesehatan akan mendapatkan ruang rawat inap dan pelayanan yang sama.
"Ke depan, peserta JKN akan mendapatkan manfaat yang sama, baik manfaat medis maupun non medis," ujarnya. Kebijakan KRIS ini bertujuan untuk memperbaiki pelayanan kepada pasien.
Kebijakan KRIS ini, kata dia, akan diuji coba di sejumlah rumah sakit vertikal, yang berada di bawah naungan Kementerian Kesehatan secara langsung, mulai Juli 2022.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Ashabul Kahfi, mengharapkan tidak ada kenaikan iuran jika BPJS kesehatan menerapkan KRIS, khususnya bagi peserta kelas III.
"Sistem itu kan masih sementara kami godok bersama BPJS kesehatan. SIlakan kalau memang pada akhirnya KRIS itu jadi satu pilihan. Akan tetapi, harapan saya kepada pemerintah untuk peserta BPJS kelas tiga tidak dinaikkan iurannya," kata Kahfi di Makassar, Sulawesi Sealtan, Minggu (26/06/22).
Seperti dikutip Antara, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) menyebutkan bukan tanpa alasan peserta BPJS kelas III bisa digolongkan sebagai masyarakat kurang mampu.
JIka sistem KRIS harus diterapkan, menurut dia, sebaiknya untuk kelas standar. Namun, tidak untuk golongan kelas tiga.
"Cuma kami hargai kesadaran mereka mau membayar sebagai peserta selama ini. Jadi iuran ini memang akan menjadi masalah jika harus dinaikkan lagi," ujarnya.
Penerapan sistem KRIS ini, kata Kahfi, perlu sosialsiasi agar bisa diterima baik di tengah masyarakat.
"Kadang sebuah kebijakan itu baik. Akan tetapi, karena kurang sosialisasi sehingga terjadi penolakan," katanya lagi.