Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama DPP Lembaga Tinggi Masyarakat Adat Republik Indonesia (DPP Lemtari) dan Masyarakat Korban Mafia Tanah Indonesia (MKMTI) terkait masalah pertanahan, Kamis (23/01/2025).
Banuaterkini.com, JAKARTA - Dalam rapat tersebut, masyarakat melaporkan berbagai persoalan, seperti tumpang tindih sertifikat, praktik mafia tanah, dan sengketa lahan di kawasan hutan.
Juru bicara MKMTI, Lanny Treswaty Susatya, yang juga korban mafia tanah mengaku sudah lebih dari 11 tahun memperjuangkan tanah miliknya yang dikuasai oleh mafia tanah.
Lanny mengaku tanah miliknya di wilayah Kabupaten Banjar, Kalsel, telah dirampas.
Dalam pengaduannya, perwakilan MKMTI, Lanny, menyoroti lambatnya penanganan kasus mafia tanah yang merugikan masyarakat kecil. Lanny juga berharap kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dapat membawa perubahan besar dalam penyelesaian sengketa tanah.
Berdasarkan sertifikat resmi SHM 2525, tanah tersebut seharusnya menjadi miliknya, tetapi hingga kini masih dikuasai pihak yang diduga bekerja sama dengan mafia tanah.
"Investigasi ATR/BPN mengungkap penyimpangan pengukuran tanah, namun haknya belum juga dikembalikan," ungkapnya.
Sementara itu, juru bicara DPP Lemtari menyampaikan aspirasi mengenai perkebunan sawit milik PT PSPI di Provinsi Riau seluas 2.823,52 hektare yang belum memiliki alas Hak Guna Usaha (HGU), kasus tumpang tindih sertifikat, praktik mafia tanah di sejumlah daerah, serta sengketa lahan yang berada dalam kawasan hutan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi II DPR RI, M. RifkiNizhamy Karsayudha, meminta Kementerian ATR/BPN segera menindaklanjuti berbagai pengaduan masyarakat, termasuk kasus di Kalsel dan kasus lainnya yang dilaporkan dalam RDPU tersebut.