Terancam dan Diintimidasi, Penggugat PSU Banjarbaru Minta Perlindungan LPSK

Redaksi - Jumat, 16 Mei 2025 | 17:53 WIB

Post View : 48

Prof Denny Indrayana bersama Tim Hukum "Hanyar" mendampingi Syarifah Hayana meminta perlindungan LPSK. (BANUATERKINI/Istimewa)

Ketegangan pasca PSU Pilwalkot Banjarbaru memasuki babak baru. Syarifah Hayana, penggugat hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Banjarbaru, mengaku menerima serangkaian intimidasi dan tekanan usai menggugat kemenangan pasangan calon terpilih ke Mahkamah Konstitusi.

Banuaterkini.com, JAKARTA - Merasa keselamatannya terancam, ia bersama Tim Hukum Hanyar resmi mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 

Permohonan perlindungan itu disampaikan dalam audiensi resmi yang digelar di Kantor LPSK, Jakarta Timur, pada Jumat (16/05/2025).

Tim Hukum Hanyar menilai ancaman dan kriminalisasi terhadap Syarifah Hayana terjadi karena keberaniannya mengajukan gugatan terhadap keputusan KPU Kalimantan Selatan Nomor 69 Tahun 2025, yang menetapkan kemenangan Paslon Nomor Urut 1, Lisa Halaby–Wartono, dalam PSU Pilwalkot Banjarbaru.

“Ancaman datang bukan hanya secara hukum, tapi juga dalam bentuk tekanan psikologis terhadap Ibu Syarifah dan keluarganya,” ungkap Dr. Muhammad Pazri, Ketua Tim Hukum Hanyar, dalam keterangannya usai bertemu dengan LPSK.

Bahkan, kata dia, karena merasa tidak aman, anak Syarifah untuk sementara tidak diizinkan bersekolah.

Tim Hukum Hanyar Banjarbaru bersama Syarifah Hayana, saat audiensi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta, Jumat (16/05/2025). (BANUATERKINI/Istimewa)

Dalam pertemuan yang dimulai pukul 09.30 WIB itu, Tim Hanyar mengacu pada UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, meminta LPSK memberikan perlindungan menyeluruh kepada Syarifah, keluarganya, serta tim LPRI Kalsel yang ikut dalam proses hukum tersebut.

Syarifah mengaku menerima surat panggilan sebagai tersangka tepat menjelang sidang Mahkamah Konstitusi.

Ia juga menyebut adanya tekanan dari berbagai pihak, termasuk pejabat tinggi di provinsi, seperti Gubernur, Kapolda, hingga Pangdam, yang mendesaknya untuk mencabut gugatan.

“Ini bukan sekadar gugatan hasil pilkada. Ini soal hak konstitusional warga negara yang kini justru dibungkam melalui kriminalisasi,” ujar Prof. Denny Indrayana yang turut hadir mendampingi proses permohonan.

Wakil Ketua LPSK, Wawan Fahrudin, menyatakan bahwa laporan tersebut akan segera ditindaklanjuti dan dikaji secara internal sesuai kewenangan yang diatur undang-undang.

Ia menegaskan pentingnya perlindungan terhadap pihak-pihak yang mengalami ancaman dalam konteks demokrasi dan keadilan pemilu.

Kasus ini menjadi cerminan rapuhnya perlindungan terhadap warga yang berani menyuarakan kecurangan.

Ketika ancaman justru datang kepada mereka yang melawan pelanggaran pemilu, kehadiran lembaga seperti LPSK menjadi benteng penting bagi tegaknya demokrasi. 

Laporan: Ariel Subarkah
Editor: Ghazali Rahman

Halaman:
Baca Juga :  Heboh! Modus Canggih Kecurangan UTBK 2025 Terungkap, Ini Faktanya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev