Sejarah pengelolaan keuangan publik Islam menunjukkan, zakat menjadi instrumen kebijakan fiskal yang berfungsi sebagai sumber pendapatan sekaligus sumber pengeluaran negara.
"Pada sisi pendapatan, zakat merupakan bagian yang dihimpun oleh amil dari harta kena zakat yang dibayarkan oleh muzaki. Pada sisi pengeluaran, zakat yang dicatat adalah besaran distribusi zakat kepada delapan golongan asnaf, penerima zakat," jelas Wapres.
Bagi Indonesia, kata Wapres, meski bukan bagian dari anggaran negara, zakat sangat bisa menjadi salah satu instrumen penyokong kebijakan fiskal.
"Yakni melalui perannya dalam membantu pemerintah pada pos-pos tertentu yang sesuai dengan peruntukan zakat seperti pengentasan kemiskinan, stunting dan perlindungan sosial," ungkap Wapres.
Wapres menyebut selama 2022, BAZNAS dan seluruh pengelola zakat telah melakukan pengentasan kemiskinan kepada kurang lebih 463 ribu mustahik fakir miskin, di mana sekitar 194 ribu di antaranya merupakan orang miskin ekstrem.
Angka tersebut memberikan kontribusi sebesar 1,76 persen terhadap pengentasan kemiskinan nasional per September 2022.
"Zakat bahkan dikatakan mampu menjadi 'stabilisator otomatis fiskal'. Dana zakat akan dibelanjakan kepada kelompok miskin, sehingga konsumsi kelompok ini dapat terus berjalan tanpa terlalu terpengaruh oleh kondisi ekonomi, sehingga membuat situasi menjadi lebih stabil," ungkap Wapres.
Sedangkan dalam kaitannya dengan pajak, fungsi zakat dapat dikatakan beririsan dengan fungsi pajak, yakni meredistribusi kekayaan. Praktik di sejumlah negara menunjukkan, bahwa zakat dapat mengurangi pajak penghasilan, misalnya di Malaysia.
"Melihat besarnya potensi penghimpunan zakat di Indonesia, saya menilai penting adanya kajian kebijakan dan rekomendasi konkret terkait relasi ideal antara zakat dan pajak ke depannya," pungkas Wapres.