Di tengah situasi adanya upaya borong Parpol terutama Parpol yang telah mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (Daerah) dan berpotensi juga melawan kotak kosong, hari ini 20 Agustus 2024 Mahkamah Konstitusi RI memutus Uji Material terhadap UU No. 10 Tahun 2016 dengan permohonan pemohon Nomor : 60/PUU/PAN.MK/AP3/2024 dan tercatat dalam buku registrasi perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) dengan Nomor: 60/PUU/XXII/2024 pada tanggal 27 Juni 2024, yang telah diperbaiki dengan permohonan bertanggal 15 Juli 2024 dan diterima di Mahkamah pada tanggal 16 Juli 2024.
Oleh: Akhmad Gafuri, SH., M. Hum *)
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 kini memasuki tahap krusial, mengikuti jadwal yang diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 2 Tahun 2024. Dengan pendaftaran bakal pasangan calon yang akan dimulai pada akhir Agustus, proses demokrasi di tingkat lokal ini semakin menarik untuk diikuti, terutama setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang berpotensi mengubah peta politik lokal.
Tahapan dan Persiapan Pilkada Serentak
Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2016, tahapan Pilkada Serentak telah berjalan sesuai rencana, mulai dari penetapan bakal calon perseorangan hingga pemutakhiran data pemilih yang menghasilkan Daftar Pemilih Sementara (DPS). Tahapan berikutnya adalah pendaftaran bakal pasangan calon, yang akan berlangsung pada tanggal 27 hingga 29 Agustus 2024.
Proses ini merupakan implementasi dari peraturan yang telah ditetapkan, seperti yang tercantum dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015. Peraturan ini memberikan kerangka hukum yang kokoh untuk memastikan bahwa pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dapat berjalan dengan tertib dan transparan.
Putusan MK: Pengubah Permainan
Pada 20 Agustus 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia mengeluarkan putusan yang berpotensi mengubah dinamika politik lokal. Salah satu poin krusial dalam putusan tersebut adalah dinyatakannya Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada sebagai inkonstitusional. Sebelumnya, pasal ini mengharuskan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon berdasarkan perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
MK juga melakukan perubahan signifikan pada Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada. Pasal yang telah diubah ini memberikan ketentuan baru terkait persyaratan partai politik atau gabungan partai politik untuk mendaftarkan pasangan calon berdasarkan jumlah penduduk yang tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT). Berikut adalah rincian perubahan tersebut:
Untuk calon gubernur dan wakil gubernur:
Untuk calon bupati dan wakil bupati serta calon wali kota dan wakil wali kota:
Teori Demokrasi Lokal dan Dampak Putusan MK
Teori demokrasi lokal menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan di tingkat pemerintahan terdekat. Pilkada merupakan wujud nyata dari demokrasi lokal, di mana masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin yang akan mengelola daerah mereka. Dalam konteks ini, Putusan MK memiliki dampak yang signifikan.
Putusan ini mengurangi dominasi partai politik besar yang cenderung "memborong" partai lain untuk mengamankan kemenangan tanpa kompetisi. Dengan demikian, potensi melawan "kotak kosong" (pemilihan tanpa lawan) dapat diminimalkan, membuka peluang bagi lebih banyak pasangan calon untuk bersaing secara sehat.
Dari perspektif demokrasi, keputusan ini mengembalikan esensi dari kontestasi politik yang adil dan merata. Dengan kata lain, Pilkada 2024 diharapkan menjadi arena yang lebih inklusif, di mana setiap calon memiliki kesempatan yang lebih seimbang untuk berkompetisi, dan masyarakat bisa memilih dari lebih banyak opsi yang tersedia.
Masa Depan Demokrasi Lokal di Indonesia
Dengan putusan MK yang bersifat final dan mengikat, KPU RI perlu segera menyesuaikan regulasi terkait pencalonan kepala daerah melalui PKPU baru. Ini akan menjadi rujukan hukum bagi KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, memastikan proses Pilkada berjalan sesuai dengan kerangka hukum yang diperbarui.
Pilkada Serentak 2024 diharapkan menjadi tonggak penting dalam perjalanan demokrasi lokal di Indonesia. Dengan dinamika politik yang terus berkembang dan peraturan yang semakin inklusif, Pilkada kali ini berpotensi menciptakan pemimpin-pemimpin daerah yang lebih representatif dan bertanggung jawab. Ini adalah langkah penting menuju penguatan demokrasi di tingkat lokal, yang pada akhirnya akan memperkuat demokrasi nasional secara keseluruhan.
*). Penulis adalah mantan Anggota KPU Kabupaten Kotabaru 2013-2018 dan Mantan Anggota Bawaslu Kabupaten 2018-2023