Debat kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan tadi malam memberikan tontonan politik yang menarik sekaligus mengedukasi. Namun, di balik gemerlap panggung dan adu visi, debat ini menyisakan pertanyaan besar: Apa yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat Kalsel dari pemimpin mereka?
Oleh: MS Shiddiq*
Debat pamungkas ini mempertegas karakter masing-masing pasangan calon. Paslon nomor urut 1, Muhidin-Hasnuryadi, tampil sebagai sosok visioner yang menawarkan stabilitas dan kelanjutan proyek besar.
Sebaliknya, paslon nomor urut 2, Raudatul Jannah-Akhmad Rozanie, menonjolkan pendekatan yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.
Pilihan yang tersedia bagi pemilih ini, pada akhirnya, tidak sekadar soal gaya debat, tetapi lebih pada relevansi program dengan realitas yang dihadapi warga Kalsel.
Muhidin-Hasnuryadi membawa narasi pembangunan strategis. Pelabuhan internasional, stadion bertaraf dunia, dan infrastruktur penghubung menjadi andalan mereka untuk meyakinkan publik.
Dalam debat, mereka mengingatkan bahwa fondasi pembangunan jangka panjang adalah kunci daya saing ekonomi daerah.
Namun, seberapa relevan visi ini untuk masyarakat yang berjuang dengan masalah sehari-hari, seperti mahalnya pupuk, sulitnya akses BBM untuk nelayan, atau gizi buruk pada anak-anak?
Di sinilah Raudatul Jannah-Akhmad Rozanie tampil sebagai antitesis, menawarkan program yang lebih konkret untuk kebutuhan dasar masyarakat.
Dari perspektif lain, visi besar paslon nomor 1 memang penting untuk pembangunan berkelanjutan, tetapi apakah masyarakat siap menunggu bertahun-tahun untuk melihat manfaatnya?
Sebaliknya, paslon nomor 2 tampak pragmatis, namun apakah program mereka cukup untuk menggerakkan roda pembangunan dalam skala besar?
Debat tadi malam juga memunculkan isu penting lainnya: kemampuan eksekusi. Program ambisius paslon nomor 1 membutuhkan mesin birokrasi yang efektif, sementara program langsung paslon nomor 2 memerlukan pendekatan yang sistematis dan berkelanjutan.
Dalam debat, kedua paslon tampak percaya diri dengan janji mereka, tetapi di atas kertas, pertanyaan tentang bagaimana mereka akan merealisasikan program-program itu tetap menggantung.
Stunting, misalnya, menjadi isu besar dalam debat kedua. Muhidin, yang menjabat sebagai Wakil Gubernur, menghadapi kritik terkait capaian penanganan stunting yang dianggap belum memadai.
Ini memberi ruang bagi Raudatul Jannah untuk menonjolkan keunggulannya sebagai figur yang fokus pada isu kesehatan dan gizi.
Akhirnya, betapapun optimalnya penampilan kedua paslon ini, pemilihlah yang akhirnya menjadi "eksekutor" dan penentu keterpilihan mereka. Mari kita tunggu, 27 November mendatang, siapakah yang keluar sebegai pemenang, dan menjadi pemegang kunci kebijakan Pemerintahan Provinsi Kalsel selama lima tahun ke depan.
Banjarmasin, 18 November 2024
Pemimpin Redaksi