Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Banjar, Muhammad Rofiqi, dengan tegas menyatakan bahwa pengadaan mobil dinas mewah untuk pimpinan DPRD Kabupaten Banjar tidak sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini.
Banuaterkini.com, MARTAPURA - Rofiqi yang terpilih sebagai Anggota DPR RI ini bahkan langsung memerintahkan Wakil Ketua DPRD dari Partai Gerindra untuk menolak penggunaan mobil tersebut.
“Saya perintahkan untuk menolak memakai mobil dinas untuk pimpinan DPRD Banjar, karena itu terlalu mewah. Apalagi saat ini masyarakat sedang hidup susah, jadi saya rasa kurang pantas para wakilnya di DPRD bermewah-mewah,” ujar Rofiqi, seperti dikutip dari kbk.news, Senin (25/11/2024).
Rofiqi menjelaskan, Partai Gerindra selalu berkomitmen pada kepentingan rakyat. Menurutnya, pengadaan mobil dinas mewah di tengah situasi ekonomi yang sulit adalah kebijakan yang tidak etis dan tidak mencerminkan keberpihakan kepada masyarakat.
Ia juga menyarankan agar anggaran yang dialokasikan untuk mobil dinas mewah tersebut digunakan untuk program yang lebih bermanfaat bagi rakyat.
“Anggaran untuk mobil dinas mewah itu sebaiknya dialihkan untuk hal-hal yang lebih mendesak, seperti bedah rumah, perbaikan jalan, atau membantu pendidikan anak-anak dari keluarga kurang mampu," imbuhnya.
Jadi, kata dia, dirinya sudah memerintahkan Wakil Ketua DPRD dari Gerindra Iwan Bora untuk segera mengembalikan mobil dinas mewah itu.
Seperti ramai diberitakan, DPRD Kabupaten Banjar melakukan pengadaan mobil dinas jenis Hyundai Palisade untuk unsur pimpinan DPRD Kabupaten Banjar.
Diketahui, harga satu unit Hyundai Palisade tipe Signature XRT dengan harga sekitar Rp1,074 miliar disediakan untuk Ketua DPRD, H Agus Maulana.
Sementara itu, tiga unit tipe Signature, masing-masing senilai Rp1,039 miliar, diberikan kepada Wakil Ketua DPRD Iwan Bora, Akhmad Rizanie Anshari, dan KH Ali Murtado.
Langkah Rofiqi ini mendapat apresiasi dari beberapa kalangan yang menilai keputusan tersebut menunjukkan sensitivitas terhadap kondisi masyarakat.
Namun, isu ini juga memunculkan sorotan terhadap moralitas pengadaan fasilitas mewah untuk pejabat publik.
Dari sisi lain, salah seorang warga Martapura Dedi (36), menyampaikan pandangannya bahwa pengadaan mobil dinas untuk pejabat sering kali dianggap tidak transparan.
“Kalau uang rakyat digunakan untuk sesuatu yang tidak mendesak seperti mobil mewah, itu tidak pantas. Sebaiknya memang dialihkan ke kebutuhan yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ujarnya.
Keputusan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam membangun kesadaran pejabat publik untuk lebih memprioritaskan kebutuhan rakyat dibandingkan kemewahan pribadi.
Dengan semakin banyak suara yang menuntut efisiensi anggaran, langkah seperti ini menjadi contoh penting bagi pemimpin daerah lainnya. (Banuaterkini.com).