Di balik gemerlap Hyundai Palisade yang kini menjadi bagian dari armada pimpinan DPRD Kabupaten Banjar, terselip ironi besar yang menyentuh akar permasalahan kepemimpinan di negeri ini: kemiskinan simbolik. Istilah ini mengacu pada ketidakmampuan seorang pemimpin untuk memahami dan mencerminkan realitas kehidupan masyarakat yang mereka wakili, meskipun secara materi mereka berada di puncak kemapanan.
Oleh: MS Shiddiq
Dengan harga mencapai lebih dari satu miliar rupiah per unit, mobil dinas mewah untuk pimpinan DPRD Banjar seolah menjadi simbol kesenjangan antara elite politik dan rakyat yang diwakilinya.
Dalam konteks ini, DPRD Banjar tidak hanya gagal menyampaikan pesan empati kepada masyarakat, tetapi juga menciptakan narasi yang bertolak belakang dengan kebutuhan rakyat.
Simbol Kekayaan
Pengadaan mobil mewah ini terjadi di tengah kondisi masyarakat yang masih bergulat dengan tantangan ekonomi pasca-pandemi.
Jalan berlubang di pelosok Kabupaten Banjar, rumah tak layak huni, serta kebutuhan pendidikan anak-anak dari keluarga kurang mampu adalah realitas yang jauh lebih mendesak.
Namun, alokasi anggaran yang diprioritaskan untuk mobil dinas justru menciptakan persepsi bahwa kepentingan pejabat lebih diutamakan daripada kesejahteraan masyarakat.
Kemiskinan simbolik ini bukan hanya soal materi. Ini tentang hilangnya sensitivitas sosial dan moralitas dalam pengambilan kebijakan publik.