Putusan MK Soal Pilkada Banjarbaru, Pakar: Ini Tiga Skenario dan Implikasinya

Redaksi - Minggu, 23 Februari 2025 | 19:15 WIB

Post View : 44

Mohammad Effendy menegaskan pentingnya penegakan konstitusionalisme dalam sistem demokrasi, khususnya dalam konteks sengketa Pilkada Banjarbaru. (BANUATERKINI/Istimewa).

Polemik Pilkada Banjarbaru memasuki babak baru setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang sengketa hasil pemilihan, yang klimaksnya akan ditentukan pada sidang putusan Senin (24/02/2025) besok.

Banuaterkini.com, BANJARMASIN - Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banjarbaru yang tetap mencantumkan pasangan calon yang telah didiskualifikasi dalam surat suara, namun menganggap suara mereka tidak sah, menjadi sorotan utama dalam persidangan.

Mohammad Effendy, pakar hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, menyoroti ketidakjelasan langkah KPU Banjarbaru dalam menangani permasalahan ini.

Menurutnya, ada tiga skenario putusan yang mungkin diambil MK dalam menyelesaikan kisruh Pilkada Banjarbaru.

Hakim Soroti Inkonsistensi KPU Banjarbaru

Dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, para hakim secara tajam mengkritisi keputusan KPU Banjarbaru yang membiarkan surat suara tetap mencantumkan pasangan calon nomor urut 2 meski telah didiskualifikasi.

Namun, suara yang diberikan kepada pasangan ini justru dianggap tidak sah.

Mohamamd Effendy saat menghadiri International Symposium on Constitutional Court and Constitutionalism in Political Dynamics di Yogyakarta, Indonesia. (BANUATERKINI/Istiemewa).

“Ini menunjukkan ketidaksiapan KPU dalam menghadapi skenario yang seharusnya sudah bisa diantisipasi. Jika sudah ada keputusan diskualifikasi, maka konsekuensi logisnya adalah mencetak ulang surat suara atau memberikan tafsir alternatif yang jelas terkait status pemilih yang tetap mencoblos pasangan tersebut,” ujar Mohammad Effendy kepada Banuaterkini.com, Minggu (23/02/2025).

Dia menambahkan bahwa alasan keterbatasan waktu dan anggaran yang dikemukakan KPU Banjarbaru sulit diterima secara logis.

Dalam praktik demokrasi yang sehat, setiap keputusan harus mengedepankan perlindungan hak pilih warga dan prinsip pemilu yang jujur serta adil.

Tiga Skenario Putusan MK yang Mungkin Terjadi

Berdasarkan perkembangan persidangan dan fakta yang terungkap, Mohammad Effendy mengemukakan tiga kemungkinan skenario putusan MK dalam perkara Pilkada Banjarbaru.

Skenario pertama, ujar aktivis Ambin Demokrasi Banjarmasin ini adalah penghitungan suara ulang.

MK dapat memerintahkan penghitungan ulang dengan panduan khusus untuk memastikan jumlah suara sah bagi pasangan nomor urut 1, jumlah suara tidak sah akibat pemilih mencoblos pasangan yang telah didiskualifikasi, serta suara tidak sah lainnya yang tidak memenuhi syarat keabsahan menurut Undang-Undang dan Peraturan KPU.

Langkah ini bertujuan untuk mengklarifikasi apakah suara tidak sah memang lebih banyak dibandingkan suara sah untuk pasangan nomor urut 1.

Mohammad Effendy saat menjelajahi literatur hukum di salah satu perpustakaan kampus terkemuka di Belanda. (BANUATERKINI/Istimewa).

Namun, kelemahan dari skenario ini adalah tidak mempertimbangkan pemilih yang memilih untuk tidak datang ke TPS karena merasa tidak memiliki pilihan.

Selain itu, proses penghitungan ulang harus dilakukan dengan pengawasan ketat dari berbagai elemen masyarakat guna menjaga integritas suara yang ada.

Skenario kedua, lanjut Effendy, yang mungkin diputuskan MK adalah pemungutan suara ulang (PSU).

Dalam opsi ini, MK dapat memerintahkan pemungutan suara ulang dengan surat suara baru yang hanya mencantumkan pasangan nomor urut 1 dan kotak kosong.

Langkah ini dinilai lebih adil karena mengakomodasi hak konstitusional pemilih yang merasa kehilangan pilihan akibat diskualifikasi pasangan nomor urut 2.

Jika skenario ini dipilih, maka KPU harus memastikan transparansi penuh dalam proses pemungutan suara ulang agar tidak menimbulkan kecurigaan akan adanya intervensi yang merugikan salah satu pihak.

Dalam berbagai kasus sebelumnya, MK sering kali memutuskan PSU ketika ditemukan adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Oleh karena itu, opsi ini sangat mungkin dipilih jika MK menilai ada pelanggaran serius yang berdampak langsung pada hak pilih warga.

Lebih lanjut, Effendy juga menyebutkan skenario ketiga yang mungkin diambil oleh MK adalah penundaan Pilkada hingga satu tahun.

Langkah ini merujuk pada aturan dalam mekanisme “calon tunggal”, di mana Pilkada dapat ditunda apabila suara kotak kosong lebih banyak dibandingkan suara calon tunggal yang bertarung.

Jika MK memilih skenario ini, maka dasarnya adalah bahwa pelaksanaan Pilkada Banjarbaru telah melanggar prinsip-prinsip demokrasi, terutama dalam hal hilangnya hak konstitusional warga pemilih.

Dalam kondisi seperti ini, penundaan Pilkada dianggap sebagai solusi untuk memastikan bahwa hak pilih warga tetap dihormati dan dijaga.

"Namun, opsi ini juga memiliki konsekuensi serius, terutama dalam aspek kekosongan kepemimpinan daerah yang bisa berujung pada ketidakpastian jalannya pemerintahan di Banjarbaru dalam rentang waktu satu tahun ke depan," imbuhnya.

Ketiga skenario ini, lanjut dia, memiliki dampak besar terhadap demokrasi di Banjarbaru. Jika MK memerintahkan penghitungan ulang, maka perlu ada pengawalan ketat terhadap kotak suara yang telah digunakan sebelumnya.

Jika pemungutan suara ulang menjadi pilihan, maka persiapan logistik dan sosialisasi harus dilakukan secara matang agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.

Sedangkan jika Pilkada ditunda, stabilitas pemerintahan daerah bisa terganggu akibat ketidakpastian kepemimpinan.

"Apa pun keputusan yang diambil oleh MK, putusan ini akan menjadi preseden penting dalam penyelenggaraan Pilkada di Indonesia serta menjadi ukuran seberapa kuat komitmen negara dalam menjaga prinsip demokrasi dan keadilan pemilu," tegasnya.

Implikasi Putusan MK terhadap Demokrasi Banjarbaru

Apa pun skenario yang dipilih oleh MK, putusan ini akan menjadi preseden penting dalam penyelenggaraan Pilkada di Indonesia.

Jika penghitungan ulang atau pemungutan suara ulang diputuskan, maka mekanisme pengawasan dan transparansi akan menjadi faktor kunci.

Sementara itu, jika Pilkada ditunda, maka Banjarbaru harus menghadapi ketidakpastian kepemimpinan selama satu tahun ke depan.

Menurut Effendy, kasus ini seharusnya menjadi pelajaran bagi KPU di seluruh daerah untuk lebih cermat dalam menjalankan tahapan pemilu agar tidak terjadi kesalahan yang dapat berujung pada sengketa hukum di MK.

“Yang terpenting adalah bagaimana kita menjaga prinsip demokrasi tetap berjalan dengan menjamin hak pilih masyarakat. Putusan MK akan menjadi barometer dalam menilai seberapa jauh integritas pemilu di Indonesia bisa dipertahankan,” pungkasnya.

Laporan: Indra Jaya
Editor: MS Shiddiq Elbanjary
Copyright @Banuaterkini 2025

Halaman:
Baca Juga :  Sah, Pasangan Muhidin-Hasnuryadi Menang Telak Pilgub Kalsel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev