“Ini bukan model yang berkelanjutan untuk ekosistem internet secara keseluruhan,” ujarnya, mengomentari bagaimana model AI tersebut menggunakan data dari seluruh internet tanpa memperhatikan hak cipta.
Balaji juga menjelaskan bahwa meskipun ia awalnya tidak terlalu memahami isu-isu terkait hak cipta dan penggunaan wajar (fair use).
Setelah mempelajari lebih lanjut, ia sampai pada kesimpulan bahwa banyak produk AI generatif kemungkinan besar tidak dapat membela diri dengan argumen fair use.
“Alasannya sederhana, mereka menciptakan produk pengganti yang bersaing dengan data yang digunakan untuk melatih mereka,” jelasnya.
Balaji dan Gugatan Hukum Terhadap OpenAI
Kritik yang dilontarkan Balaji semakin relevan mengingat sejumlah organisasi, termasuk The New York Times, telah menggugat OpenAI atas dugaan penggunaan materi berhak cipta untuk melatih sistem seperti ChatGPT.
Menurut laporan The Mercury News, informasi yang dimiliki oleh Balaji diperkirakan akan menjadi elemen penting dalam gugatan hukum tersebut.
Kepergian Balaji menyisakan banyak pertanyaan mengenai tekanan yang mungkin ia hadapi setelah menjadi whistleblower.
Dalam dunia teknologi yang berkembang pesat, tragedi ini mengingatkan kita akan pentingnya perhatian terhadap dampak sosial, hukum, dan pribadi dari inovasi teknologi.
Balaji telah membuka diskusi penting mengenai hak cipta dan penggunaan data di era kecerdasan buatan.