RANS303 INDOSEVEN RANS303

Tragedi Jeju Air, Tabrakan Burung dan Kegagalan Mesin Mematikan

Redaksi - Senin, 30 Desember 2024 | 16:49 WIB

Post View : 5

Tim tanggap darurat di puing pesawat Jeju Air yang kecelakaan di Bandara Muan, Korea Selatan, pada Minggu (29/12/2024). (BANUATERKINI/Kompas.id)

Kecelakaan tragis pesawat Jeju Air 7C2216 terjadi pada Minggu (29/12/2024) pagi, hanya dua menit setelah pilot menyatakan kondisi darurat. Pesawat yang membawa 181 penumpang dan awak dari Bangkok ke Korea Selatan itu menabrak tembok bandara dan terbakar hebat, menewaskan 179 orang.

Banuaterkini.com, SEOUL - Menurut laporan Yonhap, pukul 08.54 waktu setempat pesawat mulai mendekati Bandara Muan.

Pukul 08.57, menara pengawas memperingatkan potensi tabrakan dengan burung, dan semenit kemudian pilot menyatakan darurat. Pada pukul 09.00, upaya mendarat darurat tanpa roda pendarat gagal.

Kecelakaan ini berada dalam “11 Menit Waktu Kritis” penerbangan, yakni tiga menit setelah lepas landas dan delapan menit sebelum mendarat.

Dikutip dari Kompas.id, dugaan awal menyebutkan pesawat bertabrakan dengan segerombolan burung saat mendekati bandara, menyebabkan mesin kanan terbakar.

Menurut seorang nelayan saksi mata, burung yang masuk ke mesin memicu ledakan beruntun.

Kegagalan mesin dan sistem hidrolik roda pendarat membuat pesawat tidak bisa mengerem.

Pesawat yang semestinya membutuhkan waktu 20 menit untuk persiapan pendaratan darurat justru meluncur tanpa kendali hingga menabrak tembok.

Pakar penerbangan Kim Kyu-wang dari Hanseo University menduga kerusakan mesin akibat tabrakan burung sebagai pemicu utama.

Namun, Joo Jong-wan dari Kementerian Lahan, Infrastruktur, dan Perhubungan Korea Selatan (MOLIT) memiliki pendapat yang berbeda.

“Biasanya, kegagalan mesin dan roda pendarat tidak terkait langsung. Roda seharusnya bisa dikeluarkan manual,” ujar Joo Jong-Wan.

Tim penyelidik menemukan dua kotak hitam pesawat, namun salah satunya rusak, sehingga penyebab pasti kecelakaan masih belum terungkap.

Proses investigasi terus dilakukan dengan fokus pada rekaman data penerbangan (FDR) yang tersisa.

Dari 181 orang di dalam pesawat, hanya dua yang selamat. Pilot dengan pengalaman 6.823 jam terbang menjadi salah satu korban tewas.

Tim darurat yang tiba di lokasi berjuang memadamkan api dan mencari korban di tengah reruntuhan.

Dosen Teknik Dirgantara Inha University, Choi Kee-young, menyoroti ketiadaan rem angin sebagai salah satu faktor fatal.

“Roda pendarat tidak keluar, dan rem angin pun tampaknya gagal berfungsi. Pesawat meluncur tanpa kendali,” ujarnya.

Kecelakaan ini memunculkan sorotan serius pada keamanan penerbangan di Korea Selatan, terutama terkait penanganan tabrakan dengan burung atau bird strike.

Selain itu, kesiapan prosedur darurat di bandara juga menjadi perhatian penting untuk mencegah tragedi serupa di masa depan.

Laporan: Ahmad Kusairi
Editor: Ghazali Rahman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev