Polisi mengungkap sindikat peredaran uang palsu yang melibatkan 17 orang di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan pada Kamis (19/12/2024). Sindikat ini diduga telah memproduksi uang palsu senilai ratusan miliar rupiah. Kepala Perpustakaan UIN Alauddin, berinisial AI, disebut berperan sentral dalam jaringan ini.
Banuaterkini.com, MAKASSAR - Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono, mengungkapkan bahwa sindikat ini telah beroperasi sejak 2010, dengan modus memproduksi uang palsu di tempat-tempat aman, termasuk di dalam perpustakaan kampus.
Mesin cetak yang digunakan untuk mencetak uang palsu bahkan disembunyikan di balik dinding triplek di lobi perpustakaan.
Dikutip dari bbc.com, AI, yang juga kepala perpustakaan, menyediakan ruang aman untuk produksi uang palsu.
Dia bekerja sama dengan MS, seorang pengusaha, yang bertugas menyediakan bahan baku dan alat cetak.
Polisi juga mengidentifikasi ASS, seorang pengusaha lain yang diduga memodali pembelian mesin cetak uang palsu, meskipun status hukum ASS masih dalam penyelidikan.
"AI memindahkan mesin cetak dari rumah MS ke perpustakaan UIN Alauddin. Aktivitas ini dilakukan malam hari agar tidak mencurigakan," kata Kapolres Gowa, AKBP Rheonald T Simanjuntak.
Para pelaku menyelipkan uang palsu di antara uang asli saat bertransaksi, dengan rasio satu uang asli untuk dua uang palsu.
Uang palsu tersebut digunakan untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari dan disebar di wilayah Gowa dan Makassar.
Bhima Yudhistira dari CELIOS menilai pengusaha kecil menjadi pihak yang paling dirugikan.
"Begitu uang palsu disetorkan ke bank, langsung ditolak. Ini menjadi kerugian besar bagi pelaku usaha kecil," jelasnya.
Polisi menyita mesin cetak senilai Rp600 juta, uang palsu pecahan Rp100.000, dan dokumen palsu lainnya, termasuk salinan sertifikat deposito Bank Indonesia bernilai triliunan rupiah.
Hingga kini, 17 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, sementara tiga orang lainnya masih dalam pencarian.
Sekretaris Jenderal BEM UIN Alauddin, M. Reski, menduga ada pihak lain di kampus yang terlibat.
Ia mempertanyakan bagaimana mesin cetak sebesar itu bisa masuk ke perpustakaan tanpa terdeteksi.
Reski juga menuntut rektor kampus untuk mundur karena dianggap lalai.
Rektor UIN Alauddin, Hamdan Juhannis, menyatakan pihaknya mendukung penuh pengungkapan kasus ini.
"Kami langsung memberhentikan dua oknum yang terlibat dari kampus kami dengan tidak hormat," ujarnya singkat.
Kasus ini meningkatkan kewaspadaan masyarakat, khususnya pedagang di Pasar Sentral Sungguminasa, Gowa.
Mustari Limpo, salah satu pedagang, mengaku kini lebih teliti saat menerima uang dengan nominal besar, terutama pecahan Rp100.000.
Kapolda Sulsel menegaskan pihaknya akan terus mendalami kasus ini. "Kami butuh waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti yang kuat, sehingga tidak ada kesalahan dalam proses hukum," kata Irjen Pol Yudhiawan.
Kasus ini menjadi peringatan serius akan dampak peredaran uang palsu, baik bagi dunia pendidikan maupun masyarakat luas.