Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalimantan Selatan (Kalsel) tengah menyelidiki dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan uang sebesar Rp1,35 miliar.
Banuaterkini.com, BANJARBARU - Kasus ini berkaitan dengan pengurusan peningkatan sertifikat tanah yang diduga melibatkan seorang oknum notaris berinisial N dan seorang terlapor berinisial RF.
Penyelidikan semakin intensif setelah penyidik Polda Kalsel bersama perwakilan tiga kelurahan, yaitu Landasan Ulin Tengah, Landasan Ulin Timur, dan Landasan Ulin Selatan, melakukan pengecekan lahan seluas sekitar 100 hektar di perbatasan Liang Anggang, Banjarbaru, dan Tanah Laut pada Rabu (19/02/2025) pagi.
Turut hadir dalam proses pengecekan lahan ini kuasa hukum pelapor, Dr. Fauzan Ramon, S.H., M.H.
Pengecekan ini dilakukan untuk memastikan titik koordinat, batas lahan, serta status kepemilikan tanah yang menjadi objek sengketa hukum.
Kasi Pemerintahan Kelurahan Landasan Ulin Timur, Hanna Susanti, menyatakan bahwa pihaknya hadir dalam pengecekan tersebut guna mendukung proses penyelidikan yang dilakukan kepolisian.
“Kami hanya melakukan pendampingan pengecekan lahan yang bermasalah. Kami sifatnya membantu kepolisian dalam proses penyelidikan,” ujarnya kepada awak media.
Salah satu saksi dalam kasus ini, Fansuri, mengungkapkan bahwa RF dan N awalnya dipercaya untuk mengurus peningkatan sertifikat tanah.
Namun, setelah dua tahun berlalu, tidak ada satu pun sertifikat yang selesai diproses.
“Tidak ada satu pun yang selesai proses pengurusannya, padahal sudah berjalan dua tahun,” ungkapnya.
Menurut Fansuri, pemilik lahan telah menyerahkan uang sebesar Rp1,35 miliar sesuai permintaan kedua terlapor untuk mengurus legalitas tanah.
Namun, hingga kini, tidak ada kepastian hukum atas tanah tersebut.
“Tak hanya itu, sebelumnya kami juga malah digugat perdata oleh terlapor, tetapi gugatan tersebut kandas. Karena merasa dirugikan, kami akhirnya menempuh jalur pidana,” jelasnya.
Kasus ini bermula ketika pada 17 Oktober 2024, seorang pemilik lahan bernama Agustin Jumaidah resmi melaporkan RF dan N ke Polda Kalsel atas dugaan penipuan dan penggelapan.
Pelapor mengklaim telah membayar Rp1,35 miliar untuk pengurusan legalitas 58 sporadik menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), namun hingga kini tidak ada hasil.
Kuasa hukum pelapor, Dr. Fauzan Ramon, S.H., M.H., menegaskan bahwa pihaknya telah melayangkan dua kali somasi kepada pengacara terlapor.
Namun, pengacara terlapor justru menganggap permasalahan ini merupakan ranah hukum perdata, bukan pidana.
“Setelah mendapat respons seperti itu, klien kami akhirnya memutuskan untuk menempuh jalur pidana dan meminta keadilan,” tegas Fauzan.
Fauzan yang dijuluki sebagai "Hotman Paris"nya Kalimantan ini berharap penyelidikan dapat segera tuntas sehingga ada kejelasan hukum bagi kliennya.
“Karena ini pidana dan ada nilai kerugian yang juga tidak sedikit, maka harapan kami adalah agar kasus ini segera diproses hingga ke pengadilan. Namun, kita tetap menerapkan asas praduga tak bersalah,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Fauzan yang menambahkan bahwa proses hukum harus berjalan secara transparan dan profesional sesuai dengan prinsip keadilan.
“Kami percaya pada sistem hukum yang berlaku di Indonesia, dan berharap aparat penegak hukum dapat bekerja secara independen serta tidak terpengaruh oleh intervensi dari pihak manapun. Kepentingan hukum klien kami harus menjadi prioritas, dan kami akan terus mengawal kasus ini sampai ada putusan hukum yang berkekuatan tetap,” pungkasnya.
Kasus ini masih terus dikembangkan oleh Polda Kalsel untuk mengungkap lebih jauh dugaan penggelapan uang dalam pengurusan sertifikat tanah.