Terungkapnya kasus pemalsuan uang di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar mengejutkan publik, terutama karena keterlibatan seorang dosen sekaligus Kepala Perpustakaan UIN, Andi Ibrahim, yang diduga menjadi salah satu tokoh sentral dalam sindikat tersebut.
Banuaterkini.com, MAKASSAR - Kasus ini bermula dari hubungan Andi Ibrahim dengan beberapa tersangka kunci lainnya, yang akhirnya membawa dirinya terlibat lebih jauh dalam kejahatan ini.
Berdasarkan siaran pers Polres Gowa, Andi Ibrahim awalnya mendapatkan uang palsu dari Syahruna, seorang produsen uang palsu yang beroperasi di rumah milik Annar Salahuddin Sampetoding (ASS), pengusaha di Jalan Sunu, Makassar.
Dari uang palsu yang diperoleh, Andi Ibrahim kemudian menjualnya kepada Mubin, salah satu anggota sindikat yang turut berperan sebagai pengedar.
Peran Andi semakin berkembang setelah ia terlibat dalam perencanaan produksi uang palsu skala besar.
Kebutuhan alat cetak yang lebih canggih membuat sindikat ini membeli mesin cetak uang palsu seharga Rp600 juta dari China, yang dikirim melalui Surabaya.
Mesin berbobot dua ton itu akhirnya dipindahkan ke Perpustakaan Syekh Yusuf di Kampus II UIN Alauddin, Gowa.
Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan Wibisono mengungkapkan bahwa sindikat ini memiliki struktur yang terorganisir, dengan peran berbeda-beda di antara anggotanya.
Selain Andi Ibrahim, tersangka lain yang memiliki peran penting adalah Syahruna, produsen utama uang palsu, dan Annar Salahuddin Sampetoding sebagai penyedia bahan baku dan lokasi produksi awal.
Polisi mencatat bahwa uang palsu pecahan Rp100 ribu yang dicetak sindikat ini diedarkan melalui jaringan yang mencakup beberapa wilayah, termasuk Gowa dan Makassar.
Transaksi uang palsu ini melibatkan 17 tersangka, mulai dari dosen, pegawai negeri sipil (PNS), hingga pegawai bank.
Awalnya, produksi uang palsu dilakukan di rumah ASS di Jalan Sunu, Makassar, menggunakan alat cetak kecil.
Namun, karena permintaan yang meningkat, sindikat ini memutuskan untuk memindahkan produksi ke lokasi yang lebih strategis dan menggunakan alat cetak yang lebih besar.
Perpustakaan Syekh Yusuf di Kampus UIN Alauddin dipilih sebagai tempat produksi baru, karena dianggap lebih aman dari pantauan.
"Kita temukan alat cetak uang palsu ini di perpustakaan kampus. Mesin ini sudah digunakan untuk mencetak uang palsu skala besar," ujar Yudhiawan saat konferensi pers di Mapolres Gowa, Kamis (19/12/2024).
Polisi telah menetapkan 17 orang sebagai tersangka dalam kasus ini, sementara tiga orang lainnya masih dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Kami akan terus mengejar DPO ini hingga tuntas," tegas Yudhiawan.
Kasus ini tidak hanya menjadi tamparan bagi dunia pendidikan, tetapi juga menunjukkan bagaimana kejahatan terorganisir mampu menyusup hingga ke institusi akademik.
Polisi bersama Bank Indonesia mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap peredaran uang palsu dan melaporkan aktivitas mencurigakan kepada pihak berwenang.