RANS303 INDOSEVEN RANS303

Ribuan Suara Caleg DPR RI Perindo Raib, Aspihani: Ini Pemilu Terburuk Sepanjang Sejarah

Redaksi - Minggu, 18 Februari 2024 | 08:08 WIB

Post View : 93

Caleg DPR RI Partai Perindo Dapil Kalsel 1, Habib Aspihani Ideris. Foto; BANUATERKINI/Istimewa.

Sejumlah calon anggota legislatif (Caleg) DPR RI Partai Persatuan Indonesia Raya (Perindo) dibuat kaget. Pasalnya, ribuan perolehan suara caleg partai besutan Hari Tanoe Sudibyo itu tiba-tiba raib entah kemana. Pentolan partai Perindo menduga ada permainan di balik hilangnya ribuan suara yang ada di real count KPU tersebut.

Banjarmasin, Banuaterkini.com – Pesta demokrasi lima tahunan yang baru digelar pada 14 Februari lalu, tampaknya menyisakan sejuta tanya. Lantaran, banyaknya suara para Caleg yang berkurang dengan jumlah angka yang cukup fantastis.

Hal itulah yang dirasakan Caleg Partai Perindo Kalimantan Selatan (Kalsel), yang menduga suara mereka dicuri oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

“Masa, suara yang sudah terinput ke sistem informasi rekapitupasi (Sirekap) yang tadinya berjumlah di angka lebih dari seribuan, dalam jangka waktu hitungan jam saja tiba-tiba berubah menjadi hanya berjumlah ratusan,” kata salah satu Caleg DPR RI Partai Perindo Daerah Pemilihan (Dapil) Kalsel I, Gajali Rahman, kepada Banuaterkini.com, Minggu (16/02/2024).

Menurut Gajali, saat melakukan pengecekan melalui laman https://pemilu2024.kpu.go.id ia kaget, karena tidak tahu jelas sebabnya angka yang sebelumnya tertera di laman resmi KPU tersebut berkurang jumlahnya.

"Suara Partai Perindo ribuan yang hilang, begitu juga dengan suara kami para Caleg DPR-RI," ungkap Caleg DPR RI nomor urut 4 itu.

Menurut Paman Jali, panggilan akrabnya, sehari sebelumya saat pihaknya melakukan pengecekan versi real count KPU pada Kamis (15/02/2024), pada sekitar pukul 23.57 WITA dari rekap 7492 TPS atau baru 4.58% suara yang masuk, perolehan suara Caleg Perindo nomor urut 1 Habib Aspihani Ideris adalah 2.844 suara.

Demikian juga suara Anjar Susanto mendapat 1.802 suara; Leni Rahayu  1.793 suara;  Gajali Rahman 1.691 suara; Yulita Intan Sari mendapat 1.814 suara; dan Mislawati mendapat 1.986 suara.

"Suara yang muncul di laman KPU itu, mustahil berkurang dengan sendirinya. Dan semestinya, jika terjadi penambahan input suara, seharusnya angka itu terus naik seiring persentase dari hasil penghitungan dan input dari pihak PPS hingga KPU," tegas dia.

Anehnya, kata dia, saat dirnya melakukan pengecekan di link yang sama pada Jum'at (16/02/2024), saat perhitungan suara sudah mencapai angka 8,90%, ternyata perolehan suara seluruh Caleg Perindo berkurang dengan angka yang tidak masuk akal.

"Pantauan kami, suara Habib Aspihani Ideris hanya memperoleh 2.225, sebelumnya berjumlah 2.844 suara. Demikian pula suara Anjar Susanto hanya mendapat 120 suara dari sebelumnya berjumlah 1.802 suara. Tak berbeda juga dengan Leni Rahayu, sebelumnya suara yang ia dapat adalah 1.793 menjadi hanya mendapatkan 955 suara,” ungkapnya.

Saya sendiri, ujarnya, hanya mendapatkan 898 suara, padahal sebelumnya 1.691 suara. Itu juga terjadi pada Yulita Intan Sari,  hanya 950 dari yang sebelumnya mendapat 1.814 suara. Sedangkan Mislawati hanya mendapatkan suara 1.032 dari sebelumnya mendapatkan 1.986 suara.

Rata-rata, ujar dia, pengurangan perolehan suara Caleg DPR RI Partai Perindo di Dapil Kalsel 1 hilang lebih dari 1000 suara.

“Padahal, kalau suaranya tidak hilang, mestinya Partai Perindo sudah masuk urutan ke-5 dari 6 kursi yang diperebutkan di Dapil Kalsel 1. Ada permainan apa ini,” ucapnya kesal.

Sementara itu, Habib Aspihani Ideris yang dihubungi melalui telepon selulernya pada Minggu (18/02/2024), menyebutkan bahwa Pemilu tahun 2024 ini merupakan pemilu terburuk sepanjang sejarah.

"Ya, Pemilu tahun ini merupakan pesta demokrasi paling buruk sepanjang sejarah. Karena kecurangan terjadi massif di mana-mana. Bahkan kecurangan ini sepertinya sudah terkondisikan," ucap Ketua Umum Perhimpunan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) ini.

Padahal, lanjut Aspihani, pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, ada 11 prinsip penyelenggara pemilu, antara lain mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien.

"Sepertinya semua ini bertolak belakang dengan tuntutan UU. Kayanya, penyelenggara pemilu terutama KPU dan Bawaslu tidak melaksanakan fungsinya dengan optimal,” ujar Aspihani.

Aspihani juga bercerita bagaimana dirinya merasa kecewa menyaksikan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dan peraturan terhadap tindak perusakan pada alat peraga kampanye (APK) miliknya.

“Di saat kami memasang spanduk, baliho dan beberapa APK milik saya, belum berumur tiga hari setelah dipasang, lebih 50% raib bak ditelan bumi,” ujarnya

Ia juga menceritakan bagaimana sehari menjelang Pemilu sampai pagi di hari menjelang pencoblosan, sejumlah oknum Caleg partai besar terang-terangan melakukan tindakan politik uang.

Ironisnya, ujar Aspi, panitia pengawas kurang optimal melakukan tugasnya.

Saat ditanya siapa oknum Caleg dari partai besar yang disebutnya melakukan money politic itu, Aspihani enggan menyebutkannya secara rinci.

“Jadi, apa sebenarnya yang mereka (penyelenggara Pemilu) kerjakan?" ujar Aspihani.

Padahal, kata Aspihani, UU sudah mengatur, politik uang itu merupakan tindakan pidana pemilu. Dan secara hukum Islam, ujarnya, baik yang menyogok maupun yang di sogok keduanya (masuk) neraka.

“Intinya, Pemilu yang menegaskan berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil itu hanya bualan semata dan hanya berupa slogan tertulis belaka,” pungkasnya.

Laporan: Ahmad Kusairi

Editor: Ghazali Rahman

COPYRIGHT @BANUATERKINI 2024

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev