Laporan: Ariel Subarkah l Editor: Ghazali Rahman
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengikuti prosedur hukum dalam proses penetapan dirinya sebagai tersangka.
Jakarta, Banuaterkini.com – Meski demikian, jenderal TNI AU bintang tiga mengaku siap menghadapi proses hukum yang dialaminya itu.
“Diterima saja, hanya, kok, enggak lewat prosedur, ya. Kan, saya militer,” kata Henri saat dikonfirmasi wartawan seperti dikutip laman jpnn.com, Kamis (27/07/2023).
Menurut Henri dirinya adalah perwira tinggi TNI sekaligus pimpinan sebuah lembaga negara.
Dan dia mengaku siap mempertanggung jawabkan kebijakan apa yang ia putuskan dengan sejelas-jelasnya.
“Makanya catatan penggunaan dana saya rapih. Itu bentuk dari transparasi saya,” kata dia, dikutip Banuaterkini.com, Sabtu (29/07/2023).
Henri juga memastikan akan mengikuti proses hukum yang ada.
“Saya sedang di Puspom saat ini dan melapor pimpinan TNI saat ini,” tegas dia.
Seperti diketahui, Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Henri diduga menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dalam waktu dua tahun.
Belakangan penetapan Henri Henri Alfiandi dan Arif Budi Cahyono sebagai tersangka langsung mendapatkan protes dari Puspom TNI.
Mereka menilai KPK telah melampaui kewenangannya. Mereka pun menyatakan tak mengakui penetapan Kepala Basarnas dan anak buahnya tersebut sebagai tersangka.