Sebuah video viral di media sosial memicu kecaman publik setelah memperlihatkan aksi kekerasan oleh kelompok debt collector terhadap seorang perempuan berinisial RP (31).
Banuaterkini.com, PEKANBARU – Peristiwa tersebut terjadi tepat di depan kantor Polsek Bukit Raya, Kota Pekanbaru, dan sontak menuai perhatian luas, termasuk dari anggota Komisi III DPR RI, Martin Daniel Tumbelaka.
Dalam rekaman berdurasi sekitar dua menit itu, terlihat belasan pria memukuli korban secara brutal, sementara beberapa anggota kepolisian tampak tidak berdaya menghadapi jumlah pelaku yang lebih banyak.
Ironisnya, insiden tersebut terjadi di lokasi yang seharusnya menjadi simbol perlindungan hukum bagi masyarakat.
Kecaman DPR RI
Anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Martin Daniel Tumbelaka, menyatakan kemarahannya atas insiden tersebut.
Ia menyebut aksi para debt collector itu sebagai bentuk premanisme berkedok penagihan utang, yang mencederai rasa keadilan dan rasa aman warga.
“Ini bukan sekadar kekerasan biasa. Ini adalah kegagalan negara dalam melindungi rakyatnya dari praktik ilegal yang sudah meresahkan,” ujar Martin dalam pernyataan resminya, Rabu (23/04/2025), dikutip dari Parlementaria.
Ia juga mengkritik keras sikap aparat yang tidak mampu menghentikan aksi pengeroyokan di depan mata mereka.
“Kalau di depan kantor polisi saja rakyat tidak aman, di mana lagi mereka bisa berlindung?” tegasnya.
Desak Tindakan Tegas dan Aturan Baru
Martin mendesak aparat penegak hukum agar segera memproses para pelaku dengan pasal penganiayaan dan perusakan.
Menurutnya, tidak cukup hanya dengan mediasi atau peringatan. Hukuman tegas harus diberikan agar ada efek jera.
Selain itu, ia juga mendorong pemerintah untuk memperkuat regulasi yang mengatur mekanisme penagihan utang agar tidak membuka celah kekerasan oleh pihak ketiga.
Martin meminta agar OJK, Kemenkumham, dan Polri segera menyusun protokol bersama terkait batasan legal dalam penagihan oleh perusahaan pembiayaan.
“Sudah saatnya ada aturan khusus yang melarang keras segala bentuk intimidasi fisik dan penahanan barang pribadi oleh debt collector,” jelasnya.
Perlindungan Korban dan Pelapor
Lebih lanjut, Martin menegaskan pentingnya perlindungan bagi korban dan saksi yang kerap mendapat tekanan pascakejadian. Ia mengingatkan bahwa tanpa perlindungan nyata, masyarakat akan semakin takut melapor dan memilih diam.
“Kalau masyarakat sudah tidak percaya hukum, berarti ada yang salah dalam sistem,” tambahnya.
Sebagai penutup, Martin mendesak Polri agar menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk memperkuat kehadiran dan reaksi cepat di tengah masyarakat, khususnya dalam mencegah kekerasan publik yang mencoreng institusi kepolisian.
“Hukum seharusnya menjadi pelindung, bukan sekadar penonton. Negara harus hadir saat rakyat butuh keadilan,” pungkasnya.