Keberatan sejumlah orang tua siswa terhadap praktik sumbangan sukarela di SMKN 5 Banjarmasin mendapat tanggapan serius dari Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Selatan, Hadi Rahman.
Banuaterkini.com, BANJARMASIN – Sebelumnya Banuaterkini.com (16/07/2025) menurunkan liputan terkait munculnya keberatan dari sejumlah orang tua terkait adanya dugaan pungutan kepada para orang tua yang dinilai memberatkan.
Menanggapi hal itu, Kepala Ombudsman Kalsel, Hadi Rahman menegaskan pentingnya pemahaman yang tepat terhadap definisi antara sumbangan, bantuan, dan pungutan dalam dunia pendidikan.
Menurut Hadi, praktik yang diberi label “sumbangan sukarela” kerap kali menjelma menjadi pungutan terselubung apabila tidak dikelola sesuai prinsip dasar regulasi yang berlaku.
Ia merujuk langsung pada Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 sebagai rujukan utama.
“Yang disebut sumbangan itu adalah pemberian berupa uang, barang, atau jasa oleh peserta didik atau orang tua/walinya secara sukarela dan tidak mengikat satuan pendidikan,” jelasnya kepada Banuaterkini.com, Kamis (17/07/2025).
Namun, bila bentuk pemberian itu berubah menjadi kewajiban yang disertai ketentuan jumlah dan batas waktu, maka statusnya secara hukum dan administrasi telah berubah menjadi pungutan.
“Dalam hal itu menjadi wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktunya ditentukan, maka namanya bukan lagi sumbangan, tetapi pungutan. Dan pungutan tidak diperbolehkan,” tegas Hadi.
Ia menjelaskan, bila satuan pendidikan hendak melakukan penggalangan dana, maka harus mematuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.
Regulasi ini menekankan pentingnya perencanaan yang jelas dan transparan.
Penggalangan dana tidak boleh dikenakan kepada siswa dari keluarga tidak mampu, serta tidak boleh dikaitkan dengan proses akademik seperti penerimaan, penilaian, atau kelulusan siswa.
“Bantuan atau sumbangan yang benar sifatnya sukarela. Tapi kalau menyasar semua orang tua dengan formulir yang disebar dalam forum resmi, lalu dibubuhi surat pernyataan nominal, dan disampaikan dalam suasana formal, maka harus diwaspadai. Itu bisa jadi bentuk maladministrasi,” kata Hadi.
Ia juga menambahkan bahwa prinsip utama dari pengumpulan dana di sekolah adalah kejujuran dalam komunikasi, bukan hanya soal dokumen legalitas.
“Kalau sudah masuk ke wilayah penentuan jumlah, tenggat waktu, atau memunculkan rasa tidak nyaman jika tidak ikut menyumbang, maka nilai sukarela itu hilang. Yang tersisa adalah kewajiban terselubung,” ujarnya.
Menanggapi keresahan yang muncul dari sejumlah orang tua di SMKN 5 Banjarmasin, Ombudsman Kalsel membuka pintu lebar bagi masyarakat untuk mengadukan hal-hal yang dianggap menyimpang dari prinsip pelayanan publik yang adil dan akuntabel.
“Masyarakat bisa menyampaikan keberatan atau pengaduan kepada sekolah atau satuan pendidikan.
Laporan juga bisa disampaikan ke Dinas Pendidikan Provinsi atau langsung ke Ombudsman Kalimantan Selatan,” jelas Hadi.
Ia menegaskan bahwa identitas pelapor dapat dirahasiakan untuk menjamin rasa aman dan kenyamanan masyarakat dalam menyampaikan dugaan maladministrasi.
Pernyataan Ombudsman ini menjadi angin segar bagi banyak orang tua yang merasa enggan atau khawatir menyuarakan penolakannya terhadap sumbangan yang terkesan wajib.
Dengan adanya saluran resmi dan perlindungan identitas, masyarakat memiliki landasan hukum dan kelembagaan untuk menuntut keadilan dan transparansi dari penyelenggara pendidikan.
Kasus yang terjadi di SMKN 5 Banjarmasin bukan semata perdebatan soal uang. Ini menyangkut prinsip dasar pengelolaan pendidikan publik yang adil, setara, dan berpihak pada rakyat.
Kepercayaan masyarakat terhadap sekolah negeri bisa tergerus jika kebijakan keuangan, sekalipun dimaksudkan untuk kebaikan, dijalankan tanpa etika komunikasi dan kesadaran sosial yang utuh.
Ombudsman Kalsel berharap agar satuan pendidikan di seluruh daerah menjadikan peristiwa ini sebagai pembelajaran.
Partisipasi masyarakat memang penting, tetapi partisipasi itu harus dibangun di atas dasar sukarela, keterbukaan, dan perlindungan terhadap mereka yang kurang mampu.