Dorong Birokrasi Pro Rakyat, UWGM Gelar Seminar Nasional ‘Mewirausahakan Birokrasi’

Redaksi - Rabu, 20 Desember 2023 | 10:18 WIB

Post View : 10

Para pembicara dan peserta Seminar Nasional Mewirausahakan Birokrasi di FISIP UWGM Samarinda, Senin (18/12/2023). Foto: BANUATERKINI/HO-UWGM/Masri.

Laporan: Masri

Untuk mendorong agar birokrasi lebih berpihak pada kepentingan rakyat, Universitas Widya Gama Mahakam (UWGM) Samarinda menggelar seminar nasional dengan tema "Mewirausahakan Birokrasi", Senin (18/12/2023).

Samarinda, Banuaterkini.comMenurut Wakil Rektor UWGM Samarinda Bidang Kapsikhumas, Dr Suyanto, seminar ini sebagai bagian dari andil kalangan kampus untuk mengawal pemerintahan agar tetap sejalan dengan semangat demokrasi dan berpihak pada kepentingan publik.

Suyanto menyampaikan hal itu saat membuka secara resmi Seminar Nasional yang mengusung tema "Mewirausahakan Birokrasi" yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) di Ruang Serbaguna UWGM Samarinda, Senin (18/12/2023).

Menurut Suyanto, kalangan akademis dan kampus memiliki peran strategis untuk mengawal pemerintahan dan kalangan birokrasi untuk tetap berjalan sesuai dengan tujuan pembangunan nasional yang mensejahterakan masyarakat.

Kegiatan yang dilaksanakan secara offline dan online itu menghadirkan pembicara utama Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim), Sri Wahyuni, Guru Besar Administrasi Publik Universitas Merdeka (Unmer) Malang, Prof Dr Agus Sholahuddin, Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Universitas 17 Agustus (untag) Surabaya, Prof Dr V. Rudi Handoko dan pakar komunikasi politik dan kebijakan publik Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari (Uniska MAB), MS Shiddiq, Ph.D, dan Dekan FISIP UGWM, Dr Abdul Rofik.

Sri Wahyuni yang menjadi keynote speaker yang juga disiarkan secara streaming di Unmer Malang, menjelaskan bahwa esensi kewirausahaan birokrasi adalah bagaimana membangun pemerintahan itu dengan spirit entrepreneur.

Sekda Pemprov Kaltim, Sri Wahyuni, menjadi pembicara utama dalam Seminar Nasional Mewirausahakan Birokrasi di UWGM Samarinda, Senin. Foto: BANUATERKINI/HO-UWGM/Masri.

Tetapi hal itu, kata Sri, tidak menjadikan pemerintahan itu harus berbisnis, tetapi tata kelolanya menyerupai bagaimana bisnis itu menjalankan organisasinya. 

“Bagaimana bisa menjalakankan  organisasinya,  pasti orang bisnis tidak mau rugi. Supaya tidak rugi bagaimana,  harus efisien,  harus efektif di dalam penggunaan sumber dana,  sumber daya,  personel dan lain-lain,” kata Sri Wahyuni. 

Efektivitas,  inovasi,  kreativitas  lanjut Sri Wahyuni  adalah spirit di bidang dunia  usaha  yang harusnya juga  mewarnai tata kelola pemerintahan.

Karena itu,  perubahan sistem di dalam organisasi pemerintah secara fundamental itu harus  meliputi tujuan dan sistem insentifnya. 

“Ketika organisasi itu mencapai tujuan,  ketika ada prestasi yang dilakukan oleh karyawan seperti apa sistem reward dan punishmen-nya. Kemudian transparansi, akuntabilitas dan   struktur kekuatan organisasi pemerintahannya,” jelasnya. 

Sekda Sri Wahyuni menambahkan tata kelola pemerintahan  negara yang maju dan bebas korupsi menerapkan good governant.  Dimana sistem birokrasi bekerja secara efisien, efektif dan inovatif. 

“Negara-negara yang menerapkan spirit entrepreneur,  spirit wirausaha di dalam penyelenggaraan pemerintahan. Mereka adalah negara-negara yang memimpin di dalam pelayanan publik,” ungkap Sri lagi. 

Ia mencontohkan  negara kecil Estonia yang merupakan  pecahan dari negara Yugoslavia.  Mereka telah  menerapkan birokrasi  yang efisien dan  efektif.

Saat ini bahkan mereka sudah menjadi rujukan  penyelenggaraan pelayanan publik yang efisien dan efektif secara digital di dunia.  

Ia juga memaparkan 10 10 prinsip  kewirausahaan birokrasi yang diusung oleh David Osborne dan Ted Gaeble yaitu  pemerintahan yang katalis, pemerintahan milik masyarakat, pemerintahan yang kompetitif, dan pemerintahan yang digerakkan oleh misi.

Selain itu, ada juga prinsip pemerintahan  yang berorientasi hasil, pemerintahan berorientasi pelanggan, pemerintahan  wirausaha, pemerintahan yang antisipatif, pemerintahan desentralisasi dan  pemerintahan yang  berorientasi pasar.

Tetapi, Prof Rudi Handoko, mengkritik tajam teori Osborne dan Gaebler yang seolah 'mengharuskan' birokrasi berorirentasi pasar.

Dikatakan, Prof Rudi, jika birokrasi beorientasi pasar seperti lazimnya korporat atau perusahaan, maka ini menjadikan gap yang makin besar antara si kaya dan si miskin.

Para pembicara Prof Rudi Handoko, MS Shiddiq Ph.D, Prof Agus Sholahuddin, Dr Abdul Rofik yang tampil mengupas masalah Kewirausahaan Birokrasi di UWGM Samarinda, Senin. Foto: BANUATERKINI/Masri.

Ia mencontohkan birokrasi yang berorientasi pasar seperti menyediakan layanan rumah sakit yang profesional berkelas dan bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Pada saat yang sama, justru keberadaan rumah sakit yang dikelola seperti halnya rumah sakit umum, membuat jurang yang dalam untuk pasien miskin.

"Hal inilah yang kemudian memunculkan adagium seolah-olah orang miskin 'dilarang sakit'. Sebab, pengguna kartu BPJS terkadang mendapat perlakuan seperti warga kelas dua di rumah sakit yang justru milik pemerintah," kritiknya tajam.

Sementara itu, Prof Agus lebih menyoroti perlunya birokrasi menjadi semacam enterpreneur yang bekerja secara profesional dengan tetap mengedepankan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.

Jadi, kata Prof Agus, memang birokrasi perlu manajemen yang setara perusahaan, tetapi tidak menanggalkan nilai-nilai keberadaannya yang harusnya bisa dirasakan seluruh lapisan masyarakat.

Lebih lanjut, MS Shiddiq, lebih mengingatkan agar birokrasi tidak latah memahami konsep birokrasi bergaya wirausaha secara harfiah. 

Tetapi, menggunakan konsep dasar kewirausahaan birokrasi sebagai dasar pijakan menyusun kebijakan yang tak sekedar menjadi pelayan masyarakat, tetapi juga menjadi sarana memberdayakan masyarakat.

Apalagi, kata pakar komunikasi palitik dan kabijakan publik FISIP Uniska Banjarmasin ini, di era disrupsi seperti sekarang, tantangan birokrasi menjadi semakin kompleks dan rumit.

Salah satunya, muncul berbagai gejala sosial dan politik yang disebabkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang luar biasa cepat.

Oleh sebab itu, kata Shiddiq, birokrasi harus melek teknologi digital dan bisa mendayagunakannya secara tepat untuk kepentingan optimalisasi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

"Era sekarang, dengan teknologi birokrasi dituntut tidak hanya sekedar cepat, tetapi juga benar-benar bermanfaat. Sebab, tuntutan masyarakat bagi birokrasi sesuai dengan semangat kewirausahaan birokrasinya Osborne dan Gaebler adalah memberdayakan," pungkasnya.

Editor: Ghazali Rahman

Baca Juga :  BMKG Balikpapan Perkirakan, Kaltim Hujan Petir Berlangsung Hingga Senin

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev