Di tengah keragaman kuliner Indonesia, lamang menempati posisi istimewa dalam tradisi masyarakat Banjar. Makanan tradisional yang dibuat dari beras ketan dan santan ini tidak hanya menjadi sajian lezat sehari-hari, tetapi juga memiliki makna budaya yang mendalam.
Banuaterkini.com, MARTAPURA - Lamang, yang sering disebut dengan istilah "lamang" dalam bahasa Banjar, dimasak dengan cara unik yang menambah cita rasa khas.
Proses memasaknya dilakukan dengan menggunakan bambu yang dilapisi daun pisang muda, kemudian dibakar hingga matang sempurna.
Bambu tersebut harus dibolak-balik secara berkala untuk memastikan lamang matang merata dan tidak gosong.
Dalam tradisi Banjar, lamang bukan sekadar makanan biasa. Ia sering hadir dalam berbagai upacara adat dan perayaan penting, seperti pernikahan, khitanan, dan acara syukuran.
Lamang melambangkan kebersamaan dan gotong royong, karena proses pembuatannya sering melibatkan banyak anggota keluarga atau masyarakat.
Selain itu, lamang juga menjadi sajian istimewa saat menyambut tamu penting. Menyajikan lamang kepada tamu adalah bentuk penghormatan dan menunjukkan keramahan tuan rumah.
Dalam acara-acara keagamaan, lamang sering digunakan sebagai bagian dari persembahan atau hidangan yang dibagikan kepada orang-orang sekitar.
Pembuatan lamang memerlukan kesabaran dan keahlian khusus. Siti Aisyah, seorang pedagang lamang di pasar Martapura, menceritakan bahwa setiap hari ia memulai proses pembuatan lamang di rumahnya di Desa Tanah Abang, Kabupaten Banjar.
"Pembuatan lamang ini dilakukan setiap hari, dari sore sudah mulai prosesnya. Membersihkan beras ketannya lalu dicampurkan dengan perasan santan dan garam. Kemudian dimasukkan ke dalam bambu," ungkapnya kepada Banuaterkini.com, Senin (15/07/2024).
Proses memasak lamang memakan waktu sekitar empat jam. Bambu yang digunakan untuk memasak harus dibolak-balik agar lamang matang merata dan tidak gosong.
Ini menjadikan lamang memiliki tekstur yang kenyal dengan aroma khas dari bambu dan daun pisang.
Lamang bisa dinikmati dengan berbagai cara, sesuai selera. Beberapa orang menyantapnya dengan telur asin, kari, rabuk ayam, atau sambal kacang.
Keanekaragaman cara penyajian ini menunjukkan fleksibilitas lamang sebagai makanan yang bisa disesuaikan dengan berbagai selera dan kebutuhan.
Di pasar-pasar tradisional Banjar, seperti pasar Martapura, lamang tersedia setiap hari.
Harga sepotong lamang bervariasi tergantung pada ukuran bambu yang digunakan, dengan harga mulai dari Rp 5.000 untuk ukuran sedang.
Keunikan dan kelezatan lamang membuatnya tetap populer dan dicari banyak orang. Di era modern ini, penting untuk melestarikan kuliner tradisional seperti lamang, yang tidak hanya menawarkan rasa tetapi juga cerita dan nilai-nilai budaya yang kaya.
Lamang menjadi salah satu simbol kekayaan budaya dan tradisi masyarakat Banjar, yang patut dilestarikan untuk generasi mendatang.