Di era media sosial, membagikan setiap momen kehidupan menjadi kebiasaan banyak orang. Mulai dari pencapaian, perjalanan, hingga sekadar rutinitas harian, semuanya seakan perlu diunggah agar "diketahui dunia." Namun, perempuan berkelas punya pandangan yang berbeda tentang bagaimana menjaga privasi dan citra diri. Mereka tahu bahwa tidak semua hal layak diungkap di media sosial, dan dengan kehati-hatian itulah mereka membangun citra yang elegan dan autentik.
Banuaterkini.com, JAKARTA - Menurut psikolog sosial, Dr. Aisyah Setiawan, sikap selektif dalam berbagi konten di media sosial mencerminkan kedewasaan dan pengendalian diri.
"Kebiasaan membagikan segala sesuatu di media sosial bisa menggerus privasi dan justru mengundang masalah. Orang yang mampu memilah informasi yang layak dibagikan menunjukkan kecerdasan emosional dan kontrol diri yang baik," jelasnya.
Apa saja yang tak akan diunggah perempuan berkelas di media sosial, dan mengapa? Berikut enam hal yang sebaiknya dijaga dari sorotan publik.
Media sosial sering menjadi tempat melampiaskan perasaan, tetapi perempuan berkelas tahu bahwa drama pribadi sebaiknya diselesaikan secara langsung, bukan diumbar ke publik.
Mengungkap konflik pribadi, baik dengan pasangan, teman, atau keluarga, di media sosial dapat berdampak negatif pada citra diri dan kenyamanan orang lain.
Selain itu, menurut pakar komunikasi digital, Dr. Nurul Hanifah, hal ini juga berisiko memicu persepsi negatif.
"Mengungkap masalah pribadi di ruang publik bisa membuat kita terlihat kurang dewasa dan kurang mampu mengendalikan emosi," katanya.
Tren "flexing" atau pamer kekayaan dan pencapaian secara berlebihan seringkali memancing reaksi negatif dari audiens.
Perempuan berkelas lebih memilih untuk bersikap rendah hati dan fokus pada nilai-nilai yang lebih bermakna.
Mereka menyadari bahwa kebahagiaan dan kebanggaan diri tidak selalu perlu dipamerkan di dunia maya.
Menurut ahli branding, Tania Wibisono, terlalu sering memamerkan kemewahan justru bisa merusak keaslian personal branding seseorang.
"Orang yang asli dan autentik akan lebih dihargai daripada yang sekadar memamerkan materi," jelasnya.
Perempuan berkelas cenderung menghindari terlibat dalam perdebatan sengit atau mengomentari topik kontroversial yang memicu konflik.
Di dunia yang penuh perbedaan pendapat, perempuan berkelas memahami bahwa tidak semua hal perlu direspons dengan emosi. Psikolog klinis,
Dr. Maya Kusuma, menjelaskan bahwa ikut serta dalam konflik online bisa menurunkan kesehatan mental dan memengaruhi persepsi orang lain.
"Berkomentar yang memicu konflik bisa membuat kita terlihat reaktif dan kurang bijaksana," katanya.
Dengan kebebasan berpendapat di media sosial, terkadang ada yang lupa menjaga kesopanan.
Namun, perempuan berkelas memilih untuk tidak membagikan konten yang bisa menyinggung orang lain, seperti hal-hal yang merendahkan keyakinan atau pandangan orang lain.
Bagi mereka, setiap postingan mencerminkan siapa diri mereka, dan menjaga kesopanan adalah bagian dari sikap berkelas.
Sosiolog digital, Irwan Subakti, menambahkan bahwa unggahan yang tidak menghargai keberagaman bisa merusak citra seseorang di mata publik.
"Menghormati perbedaan itu adalah nilai yang harus dijaga di media sosial," katanya.
Menyebarkan gosip atau rumor di media sosial adalah hal yang dihindari perempuan berkelas.
Mereka paham bahwa terlibat dalam penyebaran rumor tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga dapat mencoreng citra diri.
Pakar etika digital, Dr. Lina Anggraeni, menyebutkan bahwa menyebarkan gosip di media sosial bisa membuat seseorang kehilangan kepercayaan orang lain.
"Orang yang terbiasa menyebar gosip akan sulit mendapatkan kepercayaan karena dianggap tidak bisa menjaga rahasia atau reputasi orang lain," jelasnya.
Keluarga adalah hal yang pribadi dan sakral. Bagi perempuan berkelas, masalah keluarga adalah urusan internal yang seharusnya diselesaikan di ruang privat, bukan di media sosial.
Mereka tahu bahwa mengumbar konflik keluarga hanya akan mengundang komentar yang tidak diinginkan dan dapat merusak hubungan keluarga.
Dr. Ratna Dewi, seorang konselor keluarga, mengatakan bahwa mengungkap masalah keluarga ke publik bisa berdampak buruk pada anak dan kerabat yang mungkin ikut terseret dalam masalah.
"Media sosial bukan tempat yang tepat untuk menyelesaikan konflik keluarga. Hal ini bisa memperburuk situasi dan membuat hubungan semakin renggang," katanya.
Menjaga privasi di media sosial membawa dampak positif bagi perempuan berkelas, seperti:
Namun, ada pula sisi negatifnya, seperti:
Secara keseluruhan, perempuan berkelas memahami pentingnya keseimbangan antara personal branding dan menjaga privasi.
Di era media sosial yang serba terbuka, mereka mampu menunjukkan siapa diri mereka tanpa mengorbankan privasi dan martabat.
Dengan menjaga batasan dalam setiap unggahan, mereka menginspirasi orang lain untuk tetap elegan dan bijak di dunia maya.