Pondok pesantren di Kalimantan Selatan (Kalsel) berpotensi menjadi pusat pemberdayaan ekonomi syariah melalui program One Pesantren One Product (OPOP). Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Kalimantan Selatan (UNUKASE), Dr. Edy Setyo Utomo menegaskan pentingnya pengelolaan koperasi pesantren yang profesional untuk menciptakan kemandirian ekonomi sekaligus membawa manfaat bagi masyarakat sekitar.
Banuaterkini.com, BANJARMASIN - Pemberdayaan pondok pesantren sebagai pusat ekonomi syariah terus menjadi fokus utama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel melalui program OPOP.
Program ini dirancang untuk mendorong kemandirian ekonomi pesantren di berbagai sektor, mulai dari perdagangan, jasa, peternakan, hingga pertanian.
Menurut Dr. Edy saat menyampaikan gagasannya dalam acara Focus Group Discussion (FGD) di Banjarmasin pada Kamis (19/12/2024), pengelolaan koperasi pesantren yang profesional dan akuntabel merupakan kunci keberhasilan program ini.
“Pondok pesantren memiliki potensi besar untuk menjadi pusat ekonomi syariah. Jika dikelola dengan baik, koperasi pesantren dapat memberikan manfaat yang signifikan tidak hanya bagi pesantren, tetapi juga bagi masyarakat di sekitarnya,” ujar Edy.
Program OPOP, lanjutnya, telah mendapatkan dukungan regulasi berupa Peraturan Gubernur (Pergub) dan Peraturan Daerah (Perda) yang menjadi payung hukum pelaksanaannya.
Hal ini menjamin keberlangsungan program bahkan jika terjadi pergantian kepemimpinan daerah, karena OPOP juga menjadi bagian dari visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur, Muhidin dan Hasnuryadi Sulaiman.
Selain itu, Edy juga menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak dalam mendukung pengembangan pesantren.
“Pesantren perlu didorong untuk menjadi motor penggerak ekonomi syariah di daerah. Dengan adanya dukungan dari pemerintah, regulasi yang jelas, dan sinergi antar-stakeholder, kita bisa mewujudkan pesantren yang mandiri dan berdaya saing,” jelasnya.
Dalam diskusi tersebut, Laily Husna dari Inspektorat Kalsel menambahkan penjelasan mengenai mekanisme pengajuan dana hibah sebagai salah satu dukungan untuk pesantren.
Menurut Laily, setiap proposal pengajuan hibah harus diajukan oleh yayasan atau organisasi berbadan hukum dan melalui proses verifikasi oleh dinas terkait. Penggunaan dana hibah pun harus sesuai dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Sementara itu, Deputi Direktur Inkubasi Bisnis Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Helma Agustiawan, menyampaikan komitmen lembaganya untuk mendukung pengembangan pesantren.
"Dukungan tersebut mencakup pembinaan sumber daya manusia, pendampingan pemasaran, hingga akses permodalan," ungkapnya.
Peserta FGD, termasuk perwakilan pesantren dari Kabupaten Tabalong, menyambut baik penjelasan yang disampaikan dalam diskusi ini.
Ustaz Husni Thamrin dari Pondok Pesantren Usuludin mengungkapkan rasa terima kasih atas kejelasan mekanisme pengajuan hibah.
“Kami kini lebih paham tentang proses pengajuan dana hibah dan akan menjalankan sesuai aturan,” tuturnya.
Dengan program OPOP, pondok pesantren di Kalimantan Selatan diharapkan tidak hanya menjadi pusat pendidikan, tetapi juga penggerak ekonomi syariah yang berkontribusi signifikan bagi pembangunan daerah.