Nama eks Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, tengah terseret dalam dugaan skandal pemerasan senilai Rp1,6 miliar.
Banuaterkini.com, JAKARTA - Gugatan perdata yang diajukan oleh dua tersangka kasus pembunuhan, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Haryoto, memperkuat spekulasi adanya pelanggaran hukum oleh Bintoro saat menjabat.
Namun, ia menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar dan menyebutnya sebagai fitnah yang dirancang untuk menjatuhkan kredibilitasnya.
Gugatan perdata dengan nomor perkara 30/Pdt.G/2025/PN JKT. SEL itu didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 7 Januari 2025 oleh kuasa hukum penggugat, Pahala Manurung.
Dalam tuntutannya, para penggugat meminta pengembalian uang Rp1,6 miliar, satu unit Lamborghini Aventador, serta dua motor mewah yang mereka klaim telah disita secara tidak sah.
Kasus ini bermula dari penyelidikan terhadap Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Haryoto, tersangka pembunuhan yang terjadi di sebuah hotel di kawasan Senopati pada April 2024.
Dalam penyelidikan, ditemukan barang bukti berupa obat-obatan terlarang dan senjata api.
Keduanya kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh AKBP Bintoro, yang kala itu menjabat sebagai Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan.
Namun, para tersangka yang kini menjadi penggugat mengklaim bahwa Bintoro meminta uang senilai Rp1,6 miliar beserta barang mewah sebagai imbalan untuk "mempengaruhi" jalannya proses hukum.
Gugatan ini muncul bersamaan dengan beredarnya kabar dugaan pemerasan oleh Bintoro terhadap para tersangka.
Menanggapi isu ini, AKBP Bintoro membantah tuduhan tersebut. Ia menyatakan bahwa semua tuduhan yang dilayangkan kepadanya adalah fitnah.
"Faktanya, semua ini fitnah. Tersangka tidak puas dengan jalannya proses hukum dan menyebarkan berita bohong," ujar Bintoro kepada wartawan di Jakarta, Minggu, (26/01/2025), seperti dikutip dari Tempo.co.
Bintoro menjelaskan bahwa proses hukum terhadap Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Haryoto telah dilakukan sesuai prosedur dan kini berstatus P21 atau siap untuk dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ia menegaskan tidak pernah melakukan tindakan pemerasan terhadap kedua tersangka.
Meski telah membantah, Divisi Propam Polda Metro Jaya tetap melakukan pemeriksaan terhadap AKBP Bintoro untuk menindaklanjuti dugaan ini.
Telepon genggam dan rekening bank miliknya telah disita sebagai bagian dari penyelidikan internal.
Langkah ini menunjukkan keseriusan kepolisian dalam mengusut dugaan pelanggaran tersebut.
Kasus ini memunculkan pertanyaan besar tentang integritas dan transparansi di tubuh kepolisian.
Apakah dugaan pemerasan ini benar adanya, atau ini hanyalah upaya balasan dari para tersangka untuk melemahkan posisi Bintoro? Proses hukum yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menjadi kunci untuk mengungkap kebenaran di balik tuduhan ini.
Publik kini menanti hasil penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan apakah kasus ini adalah fitnah atau menjadi bukti nyata penyalahgunaan wewenang di tubuh penegak hukum.