Setelah sekian lama menghilang dari publik, Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip, akhirnya muncul dan memberikan klarifikasi terkait tuduhan keterlibatannya dalam kasus pemalsuan sertifikat area pagar laut perairan Tangerang.
Banuaterkini.com, TANGERANG - Arsin bahkan mengaku sebagai korban yang tertipu oleh pihak ketiga yang menawarkan jasa pengurusan sertifikat tanah.
Sebelumnya, warga Desa Kohod menggelar aksi protes bertajuk “Gerakan Tangkap Arsin” sebagai bentuk kekecewaan mereka terhadap kepala desa yang dianggap berperan dalam dugaan mafia tanah.
Henri Kusuma, penasihat hukum 55 warga korban relokasi, menegaskan bahwa aksi ini bertujuan untuk memastikan Arsin tidak melarikan diri dari tanggung jawab hukumnya.
“Kami menemukan indikasi bahwa Arsin sempat bersembunyi di sebuah rumah singgah di kawasan Kota Wisata Cibubur. Masyarakat ingin kejelasan atas kasus ini, bukan malah kepala desa yang menghilang,” ujar Henri, Sabtu (15/02/2025).
Mengaku Jadi Korban
Pada Jumat (14/02/2025), Arsin akhirnya tampil dalam konferensi pers didampingi kuasa hukumnya, Yunihar dan Rendy Kurniawan.
Dalam keterangannya, Arsin mengaku tidak mengetahui detail pemalsuan dokumen sertifikat dan menyatakan dirinya sebagai korban akibat ketidaktahuannya dalam birokrasi pertanahan.
“Klien kami terlalu percaya kepada pihak ketiga, yaitu Septian dan Candra dari Septian Wicaksono Law Firm. Mereka menawarkan bantuan untuk meningkatkan status tanah garapan warga menjadi sertifikat resmi,” kata Yunihar.
Namun, berdasarkan hasil penyelidikan Bareskrim Polri, ditemukan indikasi kuat keterlibatan Arsin dan perangkat desanya dalam proses pemalsuan warkah yang menjadi dasar penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di perairan lepas pantai Desa Kohod.
Penyidik menggeledah rumah Arsin dan kantor Desa Kohod pada Senin (10/02/2025), serta menyita sejumlah barang bukti seperti printer, layar monitor, keyboard, dan stempel sekretariat desa yang diduga digunakan untuk memalsukan dokumen.
Penyelidikan Berlanjut, Polisi Telusuri Aliran Dana
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, mengungkapkan bahwa kepala desa dan sekretaris desa telah mengakui penggunaan barang bukti tersebut dalam pembuatan dokumen ilegal.
Saat ini, polisi masih menyelidiki keterlibatan lebih luas serta kemungkinan adanya aliran dana dalam proses penerbitan sertifikat palsu.
“Kami telah memeriksa 44 saksi, termasuk Kades Kohod, dua orang dari Septian Wicaksono Law Firm, serta beberapa warga setempat. Jika alat bukti telah cukup, penyidik akan segera melakukan gelar perkara dan menetapkan tersangka,” ujar Djuhandhani.
Masyarakat berharap kasus ini dapat segera diungkap secara tuntas dan pihak-pihak yang terbukti bersalah dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Hingga kini, Mabes Polri masih terus mendalami kasus ini guna menemukan keterlibatan pihak lain dalam skema pemalsuan sertifikat tanah di kawasan perairan Tangerang.