Mahkamah Konstitusi (MK) mulai menggelar sidang pendahuluan uji materi terhadap Pasal 128 huruf k juncto Pasal 187D Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pemilukada) yang dianggap menjadi alat kriminalisasi terhadap lembaga pemantau pemilu.
Banuaterkini.com, JAKARTA - Permohonan uji materi ini diajukan oleh Ketua DPD Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI), Syarifah Hayana, yang baru saja divonis 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun oleh Pengadilan Negeri Banjarbaru karena dianggap melanggar pasal tersebut.
Ia diwakili oleh Tim Hukum Hanyar yang dipimpin oleh pakar hukum tata negara, Denny Indrayana.
“Putusan PN Banjarbaru ini bukti nyata bahwa Pasal 128 huruf k jo Pasal 187D adalah pasal karet. Frasa ‘kegiatan lain’ tidak dijelaskan dengan jelas, sehingga bisa dikenakan pada siapa pun secara sewenang-wenang, termasuk kepada pengurus lembaga pemantau seperti klien kami,” tegas Denny dalam keterangannya di gedung MK.
Menurut Tim Hukum Hanyar, ketentuan tersebut bertentangan dengan konstitusi, khususnya Pasal 28D ayat (1) tentang kepastian hukum, Pasal 28E ayat (3) tentang kebebasan berserikat dan menyampaikan pendapat, Pasal 28F tentang hak memperoleh informasi, dan Pasal 28G ayat (1) tentang hak atas rasa aman dan perlindungan.
"Pasal ini bukan hanya multitafsir, tapi juga menjadi ancaman nyata bagi demokrasi. Lembaga pemantau adalah penjaga integritas Pemilukada. Jika mereka dikriminalisasi, siapa lagi yang bisa netral mengawasi prosesnya?" lanjut Denny, di hadapan Hakim Konstitusi Arief Hidayat selaku Ketua Panel dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Sidang ini menjadi titik awal perjuangan untuk menghentikan praktik intimidasi terhadap pemantau pemilu.
Tim hukum berharap MK segera membatalkan pasal tersebut demi menjaga ruang kebebasan sipil dan memperkuat kualitas demokrasi di Indonesia.
Pakar hukum tata negara dan aktivis demokrasi sebelumnya juga telah menyoroti bahaya pasal-pasal multitafsir dalam UU Pemilu dan Pemilukada yang kerap digunakan untuk membungkam suara kritis.
Dalam konteks ini, uji materi di MK menjadi mekanisme hukum yang sah dan penting untuk menguji konstitusionalitas peraturan yang berpotensi mencederai hak asasi.
Peran lembaga pemantau, seperti LPRI, sangat penting dalam memastikan proses Pemilukada berjalan bersih dan jujur.
Mereka bertugas mengawasi seluruh tahapan, mulai dari pencalonan, kampanye, pemungutan suara hingga penghitungan akhir. Kriminalisasi terhadap mereka sama saja dengan membungkam mata dan telinga rakyat.