Kuasa hukum Banjarbaru Haram Manyarah (Hanyar) menilai jawaban KPU Banjarbaru dan pihak terkait pada sidang lanjutan sengketa Pilkada Kota Banjarbaru di Mahkamah Konstitusi (MK) yang digelar pada Senin (20/01/2025) yang menyebut para pemohon tidak memiliki keduduk hukum adalah tidak berdasar dan tidak logis.
Banuaterkini.com, JAKARTA - Diketahui, pada sidang kedua ini mengagendakan jawaban dari KPU Kota Banjarbaru sebagai Termohon, pihak terkait, dan Bawaslu.
Kuasa hukum KPU Banjarbaru, Muhammad Alfy Pratama, menyoroti kedudukan Lembaga Akademi Bangku Panjang Mingguraya yang menjadi pemohon dalam perkara tersebut.
Ia menjelaskan, lembaga ini tidak terdaftar maupun diakreditasi sebagai pemantau pemilu oleh KPU Banjarbaru.
"Hanya Forum Demokrasi Milenial yang diakui sebagai pemantau resmi di Banjarbaru, dan mereka tidak pernah mengajukan laporan terkait pelanggaran," tegasnya.
Namun, Tim Hukum Banjarbaru Hanyar (Haram Manyarah) menilai jawaban yang disampaikan dalam sidang tersebut tidak berdasar dan tidak logis.
Pemohon juga menilai jawaban yang disampaikan oleh Termohon tidak berdasar secara hukum bahkan dianggap tidak logis.
"Semua dalil kami sebagai Pemohon tidak dijawab dengan baik oleh Termohon dan pihak terkait. Jawaban yang diberikan tidak berdasar secara hukum dan bahkan tidak logis," ujar Ketua Tim Banjarbaru Hanyar, Muhammad Pazri, dalam keterangannya, Senin (20/01/2025).
Sidang kedua ini dipimpin oleh Hakim Panel III yang terdiri dari Arief Hidayat (Ketua Panel), Enny Nurbaningsih dan Anwar Usman.
Perkara ini terdaftar dengan nomor 05 PHPU.WAKO-XXIII/2025 dan 06 PHPU.WAKO-XXIII/2025.
Tim Hukum Pemohon juga menjelaskan dasar legal standing mereka sebagai pihak yang berhak mengajukan sengketa ini.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf d PMK 3/2024, pemantau pemilihan memiliki hak menjadi Pemohon dalam perkara perselisihan hasil Pilkada ketika hanya terdapat satu pasangan calon.
"Dalam kasus ini, KPU Kota Banjarbaru telah menghilangkan hak pilih warga dengan tidak menyediakan opsi kolom kosong di surat suara. Ini adalah pelanggaran serius terhadap hak konstitusional warga," ungkap Muhamad Pazri
Pemohon juga memaparkan bahwa tindakan KPU mencantumkan gambar pasangan calon yang telah didiskualifikasi sebagai bagian dari surat suara berpotensi melanggar hak pilih warga yang hendak mencoblos pasangan tersebut, karena suara tersebut otomatis menjadi tidak sah.
Dalam sidang ini, Tim Hukum Pemohon optimistis bahwa Mahkamah Konstitusi akan mengesampingkan ketentuan formil terkait legal standing.
"Kami sangat yakin bahwa fakta pelanggaran konstitusional ini akan menjadi pertimbangan utama Mahkamah," ujar Pazri
Mahkamah Konstitusi sendiri mengajukan sejumlah pertanyaan kritis kepada Termohon.
Salah satunya adalah soal dasar hukum dari keputusan KPU terkait teknis pemilu yang menyebabkan tingginya angka suara tidak sah.
"KPU tidak bisa hanya berdalih soal waktu atau alasan administratif tanpa mencari solusi untuk memastikan hak pilih warga tetap terjamin," pungkasnya.
Pemohon menegaskan bahwa pelanggaran serius ini berdampak langsung pada hasil Pemilukada Banjarbaru.
Sehingga, Pemohon meminta agar pelaksanaan Pilkada ulang dilakukan di bawah pengawasan langsung KPU RI.
Pada sidang kali ini, tim Hukum Banjarbaru Hanyar yang terdiri dari Prof Denny Indrayana, Muhamad Pazri, Muhammad Maulidin Afdie, Kisworo Dwi Cahyono dan Abdul Karim (Pemohon Warga Banjarbaru) hadir secara daring.
Sedangkan tim Hukum dan Pemohon hadir secara langsung di MK adalah Harimuddin dan Kharis Maulana Riatno, termasuk Prof Udiansyah dan Muhamad Arifin sebagai Pemohon Pemantau.