Di tengah hiruk-pikuk persiapan menuju Paralimpiade Paris 2024, Ni Nengah Widiasih, atlet para angkat berat kebanggaan Indonesia, tetap teguh bertekad. Cedera bahu yang ia derita tak meredupkan semangatnya untuk mengejar mimpi besar: medali emas pertama di panggung dunia.
Banuarterkini.com, JAKARTA - Widiasih, yang telah mengoleksi medali perunggu di Rio 2016 dan perak di Tokyo 2020, kini membidik pencapaian tertinggi di Paris.
Meski tantangan semakin berat dengan cedera yang menghantui, ia terus melaju dengan semangat juang yang tak kenal lelah. "Paris tidak akan mudah bagi saya, tapi saya akan berusaha sekuat tenaga," tegasnya.
Perjalanan Widiasih tidaklah dimulai dari podium kemenangan. Didagnosis polio sejak kecil, ia kehilangan kemampuan berjalan. Namun, dalam keterbatasannya, tekadnya tumbuh tak tergoyahkan.
Keinginan sederhana untuk mendapatkan es krim dari sang kakak saat ia masih di bangku sekolah dasar menjadi titik awal perkenalannya dengan angkat berat. Berkat bimbingan kakaknya, ia mulai menekuni olahraga ini dengan disiplin tinggi.
Kariernya melejit setelah keputusan besar untuk mendalami angkat berat. Tak hanya mengubah fisiknya, angkat berat memberi Widiasih tujuan hidup yang jelas. “Angkat berat telah banyak mengubah hidup saya. Tanpa itu, mungkin saya tak tahu apa yang akan saya lakukan,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Ketekunan dan dedikasinya membuahkan hasil. Setelah berhasil meraih medali perunggu di Paralimpiade Rio 2016, Widiasih melanjutkan prestasinya dengan medali perak di Tokyo 2020.
Tahun 2024, menjadi ajang pembuktian lebih lanjut, di mana ia menambah koleksi medalinya dengan satu emas dan satu perak di Kejuaraan Dunia Para Powerlifting di Pattaya, Thailand, serta medali perak di Asian Para Games Hangzhou.
Namun, Widiasih bukan satu-satunya perempuan yang membawa harapan Indonesia di Paralimpiade Paris. Bersama Siti Mahmudah dan Sriyanti, ia menjadi bagian dari kontingen para angkat berat Indonesia yang terbesar dalam sejarah Paralimpiade.
Uniknya, tidak ada atlet pria dari Indonesia yang lolos dalam cabang ini, menjadikan perjuangan mereka semakin istimewa.
Perjuangan mereka tak pernah mudah, terutama bagi Widiasih yang harus menghadapi tantangan unik seperti bertanding di tengah menstruasi.
"Ini sangat mengganggu, tapi saya bersyukur bisa mengatasinya. Tantangan ini hanya dialami oleh atlet perempuan," ungkapnya dengan tegar, dikutip dari Antara, Selasa (27/08/2024).
Di bawah bimbingan pelatih Eko Supriyanto, trio ini terus mempersiapkan diri dengan dedikasi tinggi. Meskipun Eko realistis dalam menargetkan medali, ia tak bisa menyembunyikan rasa bangganya terhadap ketiga atlet ini.
“Saya sangat takjub dengan dedikasi mereka,” pujinya.
Sementara fokus Widiasih tetap pada Paralimpiade Paris, ia juga memendam harapan besar untuk masa depan para angkat berat Indonesia.
Ia bermimpi suatu hari nanti, atlet pria Indonesia juga akan bersaing di ajang Paralimpiade. Namun, untuk saat ini, misinya adalah meraih medali ketiga dan menginspirasi lebih banyak perempuan untuk mengejar impian mereka.
"Saya berharap lebih banyak perempuan di luar sana terinspirasi oleh kami," ujarnya penuh harap.
"Tidak ada yang mustahil selama kita percaya pada diri sendiri dan bekerja keras," ujarnya menambahkan.
Ni Nengah Widiasih tidak hanya membawa beban besi di atas pundaknya, tetapi juga harapan bangsa.
Dengan semangat yang tak pernah padam, ia melangkah mantap menuju Paris 2024, dengan satu tujuan di benaknya: membawa pulang medali emas dan membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya.