Sekelompok peneliti muda dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menggali potensi yang selama ini tersembunyi di balik daun mangga kasturi. Bukan untuk buahnya yang harum atau rasa manisnya yang khas, tetapi untuk potensi luar biasa daunnya dalam menangkal efek toksik pestisida.
Banuaterkini.com, BANJARMASIN - Penelitian ini, yang dipimpin oleh Ghina Hidayanah bersama Vita Amelia, Shabila Fatimah, Ryza Choyrani, dan M. Dimas Radietya, dilakukan selama lima bulan di bawah bimbingan dosen biokimia, Noer Komari, S.Si., M.Kes.
Tim ini menemukan bahwa daun mangga kasturi, yang selama ini hanya dianggap limbah, mengandung senyawa bioaktif yang mungkin menjadi solusi alami melawan efek teratogenik dari pestisida klorpirifos.
Mangga kasturi (Mangifera casturi), tumbuhan endemik Kalimantan Selatan, memiliki reputasi tersendiri melalui buahnya. Namun, penelitian ini berfokus pada daun kasturi yang sering diabaikan dan akhirnya hanya menjadi limbah.
“Senyawa-senyawa dalam daun kasturi seperti squalena, phytol, lupiol, dan lupenona ternyata memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat,” ujar Ghina dengan semangat.
Tim peneliti menduga bahwa senyawa antioksidan ini mampu menetralisasi radikal bebas yang terbentuk akibat paparan pestisida, sehingga dapat mengurangi kerusakan sel dan jaringan yang berakibat fatal, terutama pada embrio.
Klorpirifos, salah satu pestisida yang paling banyak digunakan petani, memang dikenal efektif dalam mengendalikan hama tetapi memiliki efek teratogenik yang mengancam perkembangan embrio.
Dalam penelitian ini, tim menggunakan metode in ovo, sebuah teknik unik dan menantang yang melibatkan pengujian langsung pada telur ayam kampung.
Telur-telur dibagi menjadi tiga kelompok: kontrol normal, kelompok terpapar klorpirifos, dan kelompok terpapar klorpirifos dengan tambahan ekstrak daun mangga kasturi.
“Metode ini memungkinkan kami melihat langsung efek setiap perlakuan terhadap perkembangan embrio dalam kondisi yang hampir alami,” jelas Ghina.
Bagi para peneliti muda ini, metode in ovo tidak hanya menawarkan akurasi dalam pengamatan, tetapi juga memberikan wawasan nyata tentang dampak pestisida dan manfaat daun kasturi.
Ketika embrio-embrio yang terpapar klorpirifos menunjukkan deformasi fisik dan tingkat kematian yang tinggi, kelompok yang diberi ekstrak daun kasturi justru menunjukkan perkembangan yang lebih baik, bahkan lebih tinggi tingkat kelangsungan hidupnya.
Dari hasil pengamatan, tim menemukan bahwa kandungan antioksidan daun kasturi efektif melindungi sel-sel embrio dari stres oksidatif akibat paparan klorpirifos.
“Kami melihat bahwa ekstrak daun ini tidak hanya mengurangi dampak buruk pestisida, tetapi juga meningkatkan kelangsungan hidup embrio,” tambah Ghina penuh optimisme.
Penemuan ini memunculkan harapan baru di bidang kesehatan dan pertanian. Ghina dan timnya membayangkan bahwa ekstrak daun mangga kasturi dapat dikembangkan menjadi suplemen pakan atau bahan tambahan yang membantu peternak menjaga kesehatan embrio ternak mereka.
“Ini bisa menjadi solusi alami bagi para peternak yang ingin melindungi ternak mereka tanpa terlalu bergantung pada bahan kimia sintetis,” ujar Ghina penuh harap.
Bagi Ghina, memimpin penelitian ini adalah pengalaman yang penuh tantangan, tetapi juga kaya akan pembelajaran.
“Saya belajar banyak tentang manajemen tim, strategi riset, dan bagaimana mengatasi tantangan, baik teknis maupun non-teknis,” katanya.
Ia juga mengungkapkan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing dan anggota tim yang bekerja keras dan mendukung satu sama lain di sepanjang perjalanan penelitian ini.
Melalui penelitian ini, Ghina berharap dapat menginspirasi generasi peneliti berikutnya untuk memanfaatkan sumber daya alam lokal secara bijak dan inovatif.
“Kekayaan alam yang dimiliki Kalimantan Selatan, jika dimanfaatkan dengan benar, bisa membawa dampak besar untuk kesehatan dan pertanian kita,” tutupnya dengan senyum optimis.